Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menziarahi Tanah Batak dari Legenda Sigale-gale

Kompas.com - 11/11/2016, 21:01 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com –
Alkisah, ratusan tahun lalu ada seorang raja di wilayah Toba. Konon, dia memerintahkan anak laki-laki semata wayangnya ikut berperang.

Tak disangka, sang anak meninggal di medan perang. Kesedihan pun melanda raja. Teramat dalam. Singkat cerita, raja terpukul hingga jatuh sakit.

Tentu saja seluruh warga kerajaan ikut berduka. Namun, mereka lalu tergerak untuk menyemangati sang raja. Dibuatlah patung dengan rupa yang mirip anak raja.

Setelah patung selesai dibuat, tetua adat menggelar upacara. Dalam prosesinya, dia meniup sordam, alat musik Batak Toba berupa seruling panjang yang terbuat dari bambu.

Perlahan, patung kayu itu ikut bergerak seirama dengan alunan sordam. Ia menari tanpa ada yang menggerakkan. Tetua adat percaya, roh sang anak terpanggil lewat media patung kayu dan alunan lagu.

Inilah hikayat Manggale, nama si anak raja itu, kisah di balik legenda patung sigale-gale. Patung tersebut kini menjadi warisan budaya Batak.

Namun, kisah tersebut tak berhenti di situ. Patung sigale-gale sudah menjadi salah satu ikon budaya setempat. Bahkan, pada Jumat (9/9/2016), patung sigale-gale tampil gagah, meski tak ada warga Batak meninggal dunia.

Bak peziarah

Pada hari itu, dua patung sigale-gale dengan penutup kepala berwarna hitam dan kain ulos lengkap, sengaja digerakkan. Kedua patung terlihat menari tor-tor diiringi alunan melodi sordam, sembari melangkah.

Penampilan tersebut terjadi dalam pembukaan Festival Danau Toba (FDT) 2016 di Muara, Tapanuli Utara. Seiring zaman, patung sigale-gale memang telah menjadi ikon wisata Kawasan Danau Toba. Dalam FDT 2016, kedua patung itu tampil justru untuk menyambut para tamu.

Sejak 2013, FDT diselenggarakan berganti-ganti lokasi di kabupaten yang berada dekat dengan Danau Toba.

KOMPAS.com/NURSITA SARI Patung kayu Sigale-gale menari tor-tor dalam Pembukaan Festival Danau Toba 2016 di Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat (9/9/2016) sore.

"(Tahun ini Muara dipilih karena) berada dekat sekali dengan Danau Toba. Letaknya termasuk di dataran tinggi. Nanti kalau malam itu suhunya bisa mencapai 15 sampai 17 derajat celcius," ujar Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan dikutip dari Kompas.com, Senin (5/9/2016).

Dari Muara, kata Nikson, panorama danau yang menjadi primadona Sumatera Utara itu dapat terlihat jelas. Siapa nyana, kawasan kaldera ini dulunya terbentuk dari letusan gunung paling kuat sekitar 70.000-an tahun lalu.

Hasilnya, penampakan alam danau terbesar se-Asia Tenggara dengan panjang lebih kurang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Saking luasnya, Danau Toba masuk ke wilayah administratif tujuh kabupaten di Sumatera Utara.

Dengan Pulau Samosir berada persis di tengah, danau itu memiliki pemandangan elok dari sudut pandang mana pun.

Belakangan, para peneliti mendapati bukti bahwa Danau Toba bermula dari empat kali letusan gunung. Letusannya pun ditengarai telah mengubah dunia. Bagi mereka yang menghayati, cerita ini menjadi pemicu kekaguman lain setiap kali mendatangi Danau Toba.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com