Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendatangi Bacan, Menelisik Sejarah Pulau Cantik di Halmahera Selatan

Kompas.com - 22/11/2016, 14:09 WIB

Tim Redaksi

LABUHA, KOMPAS.com - Pesawat kecil yang saya tumpangi mendarat mulus di Bandara Oesman Sadik, Labuha, Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan setelah menempuh perjalanan selama 25 menit dari Bandara Sultan Babullah Ternate, Maluku Utara.

Bacan, beberapa waktu lalu tersohor karena salah satu jenis batu akik yang berkualitas baik datang dari pulau ini. Namun, jauh ke belakang, Bacan adalah salah satu dari empat kesultanan yang ada di Maluku atau yang disebut Kesultanan Moloku Kie Raha.

Oleh karena jejak sejarahnya itulah, hal pertama yang saya datangi adalah Rumah Kesultan Bacan, yang hingga kini masih terjaga. Bangunan rumah berarsitektur khas kolonial dengan atap berwarna hijau itu terletak di Jalan Oesman Syah, Kecamatan Amasing.

Mendatangi rumah sultan adalah kesempatan melihat-lihat benda bersejarah dari Kesultanan Bacan. Dahulu, Kesultanan Bacan memiliki peranan penting sebagai pemasok bahan-bahan pangan untuk seluruh wilayah Maluku Utara.

Karena kedudukan pentingnya itu, wilayah kekuasaan Kesultanan Bacan bahkan disebut hingga ke Papua bagian Barat. Pala dan cengkeh merupakan salah satu hasil bumi penting dari Bacan yang menggoda bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda mendatangi pulau ini.

Jejak kolonialisme itu setidaknya bisa dilihat dari bangunan Benteng Bernaveld yang masih tegak berdiri. Masih berada di wilayah yang sama dengan Kesultanan Bacan, benteng yang berbentuk segi empat ini terletak di Jalan Benteng Bernaveld.

Walau tidak terlalu tinggi, namun dari atas benteng saya bisa melihat pantai dan perkampungan penduduk dengan panoramanya yang indah. Benteng ini dibangun pertama kali oleh Portugis saat tiba di Bacan pada tahun 1558.

KOMPAS.COM/RONNY ADOLOF BUOL Kapal wisata berlabuh di salah satu pantai di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Bangunan benteng yang masih kecil waktu itu tidak bertahan lama di tangan Portugis. Kedatangan bangsa Spanyol kemudian mengambil alih benteng tersebut. Namun pada tahun 1609, Belanda melalui Laksamana Muda Simon Hoen yang dibantu oleh Sultan Ternate memaksa Spanyol menyerahkan Bernaveld.

Atas gagasan Hoen, benteng kemudian diperkuat dan direnovasi. Empat bastion dibangun mengelilingi benteng, nama Bernaveld pun kemudian disandingkan ke benteng ini.

Namun Bacan tidak semata soal sejarah. Pulau ini juga menyimpan sejumlah destinasi alam yang tak kalah indahnya. Bagi yang punya minat pada wisata alam liar, bisa menyusuri Cagar Alam Gunung Sibela yang mempunyai luas 23.024 ha.

Sibela adalah salah satu gunung tertinggi di Maluku Utara dengan ketinggian mencapai 2.118 meter. Pecinta fotografi alam liar dan peneliti akan dipuaskan dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki Sibela.

Di sini terdapat Yakis atau monyet pantat merah (Macaca nigra sp), burung nuri ternate, burung bayan, burung raja, kasturi merah, kakatua alba, dan berbagai jenis burung lainnya. Demikian pula dengan berbagai jenis flora yang khas.

Pantai-pantai di Pulau Bacan juga tak kalah indahnya, seperti Dermaga Biru di Kecamatan Bacan Timur. Pantai yang indah ini terdapat banyak bangunan rumah makan dan cottage. Pengunjung bisa berenang dan snorkeling di pantai ini.

Tak jauh dari Dermaga Biru terdapat Pantai Sibela yang tak kalah indahnya. Selain itu, salah satu pantai yang bagus juga berada di Desa Panamboang. Kesibukan para nelayan menjadi salah satu daya tarik di Panamboang.

KOMPAS.COM/RONNY ADOLOF BUOL Pohon beringin yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun berada di pusat kota Labuha, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Namun di bagian pantai lainnya, ketenangan menjadi pesona tersendiri. Lautnya begitu tenang dan sangat baik untuk dijadikan lokasi berenang. Keindahan bawah airnya telah menarik banyak wisatawan asing mendatangi Bacan.

Saya tak bisa mengunjungi semua destinasi hanya dalam sehari. Sebab masih terdapat banyak lagi lokasi indah seperti Pasir Putih Wayaua, Air Terjun Bibinoi, Air Terjun Amasing, air mata Belanda, gardu pandang Mandaong.

Mengakhiri perjalanan, di sore hari saya mendatangi pusat jajanan di pinggir Swering. Beberapa warung makan yang berada di dekat pasar Labuha itu menawarkan makanan khas daerah Maluku seperti ubi, pisang, sagu dan olahan ikan segar.

Jangan lupa, Bacan punya 16 jenis sambal. Pastikan lidah anda mampu mencecap aneka sambal tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com