Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jaja, 40 Tahun Berjualan Roti Guriyana

Kompas.com - 17/02/2017, 08:23 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaja (65) tertawa lepas saat bercerita tentang masa lalunya ketika masih bujangan. Gigi-giginya yang sudah tak banyak itu pun terlihat jelas.

Rambutnya dipenuhi uban putih. Di depan gerobak roti, tubuh kurusnya duduk tegak tanpa sandaran.

Dengan jari jemari yang lincah mengiris kulit roti tawar, memasukkan roti ke plastik, dan mengeratkan dengan selotip. Tidak ada kesan kagok dalam melakukannya, 40 tahun sudah ia terlatih 'menghias' roti, sumber mata pencariannya.

"Saya sudah jualan roti dari tahun 1977, dari masih bujangan sampai sekarang nih, umur 65 tahun," kata Jaja tersenyum lebar saat ditemui di halaman pabrik Roti Guriyana, Rabu (14/2/2017).

Jaja adalah penjual Roti Guriyana, roti dari pabrik rumahan di Jalan Kayu Manis IX nomor 46, Matraman, Jakarta Timur. Pabrik Roti Guriyana didirikan oleh Haji Muhamad Subari, pada tahun 1971.

"Dari dulu sudah di sini memang pabrik rotinya, di Jalan Kayu Manis. Karena ramai, dibuka lagi di Jalan Dukuh. Dulu yang jualan lebih ramai lagi," tutur Jaja sembari mengiris kulit roti tawar. Alasannya banyak pelanggan yang tak doyan kulit roti tawar bewarna cokelat yang keras itu.

(BACA: Agus Harimurti dan Roti Jadul Guriyana yang Menggugah Selera)

Menjalani sebuah profesi selama 40 tahun bukan waktu sebentar. Apalagi profesi yang Jaja tekuni sekarang semakin hilang digerus zaman. Roti modern bermunculan, menggeser roti-roti zaman dulu buatan pabrik rumahan.

Jaja dengan santai menceritakan kesehariannya, dimulai pagi hari pukul enam ia harus datang ke pabrik memesan roti yang ingin dijualnya hari itu.

Sore sekitar pukul tiga, Jaja datang kembali ke pabrik membawa roti-roti yang telah ia pesan. Roti tersebut dalam keadaan telanjang alias tak dibungkus.

Jaja menuturkan roti harus dianginkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke plastik.

Tak hanya roti yang ia rias, gerobak rotinya juga harus ia bersihkan. Saat menjual makanan, bagi Jaja penting untuk menjaga tetap higienis.

"Bukan, bukan punya saya gerobaknya. Ini pinjaman dari pabrik. Sehari saya bayar uang bengkel Rp 1.500," kata Jaja.

Selesai membungkus puluhan roti tawar dan roti manis potong, Jaja akhirnya siap berjualan pukul 19.00.

Daerah jualannya dari gang-gang kecil di Jalan Kayu Manis sampai Rawamangun, Jakarta Timur. Jaja mengayuh gerobak roti dengan sepeda di bagian belakangnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com