Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati "Warisan" Olimpiade Nagano 1998

Kompas.com - 17/02/2017, 10:09 WIB

SULIT membayangkan bahwa Nagano, prefektur yang berada di punggung Pegunungan Alpen Jepang, dulu termasuk kawasan terpencil.

Wilayah dataran tinggi itu kini tumbuh pesat sebagai salah satu destinasi wisata olahraga terpopuler di Jepang, dengan berbagai kemudahan akses transportasi, salah satunya kereta peluru Shinkansen. Transformasi itu terjadi berkat Olimpiade Musim Dingin Nagano 1998.

Saat berkunjung ke prefektur yang disebut ”Atap Jepang” itu, akhir Januari lalu, kami sangat dimanjakan warisan Olimpiade Musim Dingin 1998 tersebut.

Kereta Shinkansen, yang mulai beroperasi di wilayah itu mulai 1 Oktober 1997, mempersingkat perjalanan kami dari Nagano ke Tokyo, ibu kota Jepang, dan sebaliknya.

Perjalanan ke tempat itu dari Tokyo, yang dahulu harus ditempuh minimal 240 menit, kini dipangkas menjadi hanya 80 menit.

Kami bahkan tak sempat terlelap saat melewati jalur kereta sepanjang 250 kilometer itu karena begitu singkatnya perjalanan melalui kereta peluru canggih Jepang tersebut.

”Nagano dulu termasuk wilayah yang sulit dijangkau dari Tokyo. Okinawa dan Hokkaido, prefektur yang notabene lebih jauh dari Nagano, sebelum itu lebih cepat dijangkau dari Tokyo lewat udara. Saat Shinkasen dibuka, Perusahaan Kereta Api Jepang bahkan sampai membuat moto ’Nagano adalah Tokyo’, untuk menegaskan cepatnya perjalanan ke sana,” ungkap Ko Yamaguchi, mantan Humas Komite Olimpiade Nagano 1998.

Kereta Shinkansen, yang bisa diakses langsung dari Stasiun Nagano, bukanlah satu-satunya warisan Olimpiade Musim Dingin 1998 yang bisa dinikmati saat ini.

Warisan lainnya yang nyata terlihat adalah menjamurnya penginapan dan resor ski berstandar internasional di prefektur itu pasca Olimpiade 1998.

Nagano kini memiliki sedikitnya 79 resor ski, jauh lebih banyak dari prefektur lain yang ada di Jepang, termasuk Niigata—kawasan lainnya yang juga dikenal sebagai ”surga ski” di Jepang.

Dampak ekonomi

Mengacu riset ekonomi yang dipublikasikan Komite Olimpiade Nagano beberapa waktu lalu, warisan Olimpiade Musim Dingin 1998 berupa sarana-prasarana, infrastruktur jalan, dan fasilitas pendukung lainnya seperti resor ski menciptakan perputaran roda ekonomi di daerah itu senilai 2.300 miliar yen atau Rp 269 triliun.

Angka itu mencapai nyaris dua kali lipat dari total investasi senilai 1.500 miliar yen atau Rp 175 triliun untuk menyukseskan hajatan akbar tersebut.

Hakuba, desa dengan 9.120 penduduk, adalah salah satu bagian kecil dari Prefektur Nagano yang banyak mendapatkan berkah warisan Olimpiade itu.

Desa ”surga ski” yang pada hari biasa terlihat sangat sepi itu kini mengandalkan ekonominya dari pariwisata, khususnya olahraga ekstrem musim dingin seperti ski dan snowboarding.

Tidak umumnya desa di kaki gunung di Tanah Air, desa itu terlihat sangat modern.

Penginapan, hotel, resor ski mewah, hingga restoran dan minimarket bertaburan di desa ini. Hadirnya layanan shuttle bus, yang rutin berhenti dengan jadwal-jadwal tertentu di hampir setiap hotel besar dan sepuluh resor ski di Hakuba, kian memanjakan wisatawan yang berkunjung ke daerah beriklim dingin ini.

Terawat

Tidak seperti sarana olahraga di negara lain, misalnya Stadion Maracana di Brasil yang kini merana akibat ditelantarkan dan vandalisme pasca Olimpiade Rio 2016, sarana sisa Olimpiade 1998 di Hakuba masih sangat terpelihara.

Kami pun sempat menengok salah satu sarana itu, yaitu Stadion Ski Jumping Hakuba. Fasilitas olahraga yang memiliki dua lintasan ski jumping, yaitu setinggi 90 meter dan 120 meter, itu masih terawat dan dipakai sebagai arena kegiatan internasional, salah satunya Piala Dunia Ski Jumping pada Agustus 2016.

Stadion ski jumping itu bahkan menjadi salah satu obyek wisata andalan di Hakuba. Dari puncak menara stadion itu, pengunjung bisa menikmati lanskap indah hamparan Desa Hakuba dengan latar belakang ”tembok” Pegunungan Alpen Jepang.

Tak heran, kawasan ini kini sangat populer di mata warga Australia, Malaysia, bahkan Indonesia, yang menggemari olahraga bersalju.

”Pasca Olimpiade (Musim Dingin) 1998, kami banyak menerima permintaan (pemesanan wisata) dari sejumlah negara di dunia. Turis yang paling banyak berkunjung adalah dari Australia. Akhir-akhir ini kami bahkan menerima banyak kunjungan turis dari Indonesia. Sejak Olimpiade, kami menjadi sangat terbuka terhadap berbagai budaya asing, termasuk warga Muslim,” ujar Wakil Kepala Desa Hakuba Oota Humitoshj.

Nagano dan Jepang menunjukkan, hajatan Olimpiade bukanlah melulu tentang membangun sarana, melainkan juga merawatnya dan menjadikan warisan bagi semua warga.

Lebih jauh lagi, apa yang dilakukan di Nagano tentu patut dicontoh oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemprov Sumatera Selatan yang kini tengah giat menyiapkan infrastruktur dan sarana olahraga untuk Asian Games 2018. (Yulvianus Harjono)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Februari 2017, di halaman 28 dengan judul "Menikmati "Warisan" Olimpiade Nagano 1998".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com