JAKARTA, KOMPAS - Pengembangan pariwisata halal untuk membidik wisatawan Muslim dunia masih sebatas menjadi kebutuhan pemerintah. Pelaku usaha pariwisata masih belum melihat wisata halal sebagai potensi besar sehingga lebih banyak melayani wisata umrah dan haji.
”Potensi wisata halal lebih besar dibandingkan dengan potensi wisatawan China. Namun, Indonesia selama ini belum mengembangkannya karena yakin sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, produk-produk kita sudah halal,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata, Riyanto Sofyan dalam diskusi tentang pariwisata halal yang diselenggarakan Markplus di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Berdasarkan studi Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015.
(BACA: Gaet Turis Muslim, Jepang Siapkan Mushala dan Restoran Halal)
Jumlah itu diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan pengeluaran di atas 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun.
”Jika dibandingkan dengan negara-negara yang ada di Asia Tenggara dalam konteks wisata halal, berdasarkan data World Travel Tourism Council atau WTTC, Indonesia baru bisa mendatangkan devisa negara dari pariwisata halal sebesar 11,9 miliar dollar AS,” kata Riyanto.
Riyanto menambahkan, selama ini industri halal hanya diartikan sebagai industri makanan dan minuman. Padahal, halal juga ada di sistem keuangan dan gaya hidup.
Potensi
Ketua Umum Asosiasi Tour Leader Muslim Indonesia yang juga Chairman Indonesia Islamic Travel Communication Forum Priyadi Abadi mengakui, selama ini pelaku usaha di bidang wisata Muslim lebih banyak bergerak pada layanan umrah dan haji. Padahal, potensi untuk membawa wisatawan Muslim global ke Indonesia juga besar.
(BACA: Sertifikasi Halal Restoran, Keluhan Menpar, hingga Turis China...)
Namun, tambah Priyadi, ada sejumlah negara lain yang justru lebih siap menerima wisatawan Muslim. Negara-negara itu antara lain Taiwan, Italia, dan Jepang.
”Sebenarnya jika kita belum siap membuat sertifikat halal untuk produk-produk kita, setidaknya produk kita ramah terhadap wisatawan Muslim. Misalnya, dengan menyediakan ruang untuk shalat, mempunyai persediaan alat-alat shalat, dan sebagainya,” kata Priyadi.
Tempat yang ramah terhadap wisatawan Muslim ini tidak terbatas di hotel, tetapi juga di berbagai tempat, seperti restoran, tempat wisata, dan pusat perbelanjaan.
Asisten Deputi Pengembangan Pasar Segmen Bisnis, Pemerintah, Kementerian Pariwisata, Tazbir Abdullah, mengatakan, belum banyaknya industri wisata yang membidik pasar halal karena Indonesia terlalu besar, memiliki daya beli yang kuat, dan memiliki pasar yang besar.
Jika sertifikat halal dan sertifikat ramah terhadap wisatawan Muslim diupayakan Indonesia, target pemerintah mendapatkan 5 juta wisatawan Muslim dunia diyakini akan tercapai pada 2019.
Menurut data Badan Pusat Statistik, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Januari-Februari 2017 mencapai 1,99 juta. Angka ini meningkat 16,91 persen dibandingkan dengan Januari-Februari 2016. (ARN)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.