Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saulak, Tradisi Pra-nikah nan Mistis Suku Mandar di Banyuwangi

Kompas.com - 29/04/2017, 21:30 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Seorang perempuan setengah baya menggunakan kerudung terlihat menata beberapa bunga diatas nampan yang diletakkan di atas lantai. Dia juga menyiapkan beberapa "colok" yang terbuat dari bambu, dibalut dengan kemiri yang dihaluskan dan dicampur dengan minyak.

Nantinya saat Saulak dimulai, colok akan dibakar. Perempuan yang bernama Lilik Dahlia disebut Passili yang akan memimpin upacara adat Saulak di kalangan Suku Mandar yang tinggal di Banyuwangi.

"Menjadi Passili adalah keturunan. Dulu ibu saya sekarang saya," kata Lilik.

Kepada Kompas.com, Jumat (28/4/2017), Lilik menjelaskan adat Saulak harus dilakukan kepada pasangan yang akan menikah yang salah satunya adalah keturunan suku Mandar. Sebelum Saulak dimulai, keluarga calon mempelai akan membuat lingkaran dan beberapa sesaji disiapkan antara lain bunga tiga rupa, "colok" yang telah dibakar, tumpukan baju serta tumpeng kecil dengan pisang yang diletakkan di nampan.

Menurut Lilik, sesaji tersebut termasuk beberapa jenis minyak yang digunakan harus dibuat oleh perempuan yang sudah menapouse. Kemudian calon pengantin perempuan yang bernama Putri Cempaka Akhir (27) dipanggil dan diminta tidur ditengah lingkaran keluarga dan kerabat yang hadir saat adat Saulak.

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Putri Cempaka (27) sedang menjalani adat Saulak jelang pernikahannya

Sebuah payung dibuka tepat diatas calon pengantin yang sudah tidur terlentang. Tidak ketinggalan sebuah tombak juga dipegang bersebelahan dengan payung. Lilik kemudian membaca doa-doa dan memegang telur yang dilumuri minyak yang kemudian dioleskan dibeberapa bagian tubuh Putri Cempaka seperti di dahi, belakang leher, tangan, perut dan kaki.

Setelah itu tumpukan kain dan baju diletakkan di atas wajah sang pengantin, lalu dipegang secara bergantian oleh kerabat yang hadir dan duduk melingkar sebanyak tiga kali putaran. Setelah tumpukan baju, hal yang sama juga dilakukan pada bunga tiga rupa serta colok yang sudah dibakar.

Terakhir adalah tumpeng kecil serta pisang yang kemudian diletakkan di atas perut pengantin perempuan setelah diputar tiga kali. Passili kemudian mencoba untuk mengangkat nampan namun terlihat kesulitan dan nampan yang berisi sesaji tetap menempel tepat diatas perut pengantin perempuan.

Ia kemudian meminta kepada ayah kandung calon pengantin perempuan untuk menarik nampan tersebut dari atas perut.

"Baca sholawat dulu. Tapi jangan diangkat, digeser saja. Semoga mau lepas," kata Lilik.

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Adat Saulak dilakukan kepada calon pengantin keturunan suku Mandar yang tinggal di Banyuwangi

 

Dengan perlahan, ayah kandung calon pengantin perempuan berusaha melepas nampan dari atas perut anaknya namun gagal. Kemudian ibu kandung calon pengantin juga diminta untuk melakukan hal yang serupa. Raut wajah lega terlihat ketika nampan yang menempel diatas perut calon pengantin perempuan berhasil dilepas oleh ibu kandungnya.

"Alhamdulilah. Ternyatanya maunya sama ibunya. Untungnya nggak minta macam-macam," kata Lilik sambil tersenyum.

Biasanya, kata Lilik, ada beberapa syarat yang diajukan agar nampan mau lepas dari atas perut seperti harus disediakan cincin atau benda-benda lain.

"Ketika saulak ada yang minta yang mengangkat nampan orang yang sedang lewat depan rumah. Padahal tidak saling kenal. Ada yang minta disediakan cincin," katanya.

Selama adat Saulak, akan ada seorang laki-laki yang memutar bagian bawah dua gelas hingga mengeluarkan bunyi-bunyian khas. "Itu syarat agar upacara berjalan lancar," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com