Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kelemahan Indonesia Membuat Agenda Wisata Kelas Internasional

Kompas.com - 27/09/2017, 11:08 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dinilai masih banyak kelemahan dalam membuat acara atau event sekelas internasional. Akibatnya Indonesia belum bisa bersaing dengan negara lain, bahkan Malaysia yang sudah memiliki kalender top 50 tourism event.

Hal tersebut dikemukaan oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III yang diadakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) 26-27 September 2017.

(BACA: Pesta Kesenian Bali Ramaikan Medsos dan Selalu Dicari Wisatawan)

Ia menginstruksikan seluruh dinas pariwisata daerah untuk berbenah dan menghasilkan Calendar of Events 2018 Indonesia dari cara tersebut.

"Kekurangan kita yang paling mendasar ialah tidak punya Calendar of Events (CoE) yang pasti untuk dijual. Makanya rakornas kita kali ini harus menghasilkan top 100 events untuk Calendar of Events 2018," ujar Arief Yahya dalam konferensi pers, Selasa (26/9/2017).

Patung kayu Sigale-gale menari tor-tor dalam Pembukaan Festival Danau Toba 2016 di Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat (9/9/2016) sore.KOMPAS.com/NURSITA SARI Patung kayu Sigale-gale menari tor-tor dalam Pembukaan Festival Danau Toba 2016 di Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat (9/9/2016) sore.
1. Menurutnya dari kekurangan tersebut dapat dilihat berbagai kelemahan lainnya. Kelemahannya mulai dari tidak konsistennya waktu penyelenggaraan acara, dari tahun ke tahun. Sehingga tidak ada tanggal pasti, dan wisatawan tidak bisa merencanakan jauh-jauh hari.

(BACA: Keunikan Tradisi Menangkap ?Nyale? dan Pasola di Sumba Barat)

"Saya sudah cukup bersabar tahun 2015 gak ada calendar of events, lalu 2016 ada kalender tapi tanggalnya belum, 2017 ada kalender dan ada beberapa tanggal pasti, ada juga yang belum. Nah 2018 tidak ada toleransi, kalau mau masuk kalender harus ada tanggal yang jelas dan konsisten," tegasnya di depan rekan wartawan.

(BACA: 4 Alasan untuk Datang ke Festival Kota Lama Semarang 2017)

2. Kelemahan kedua ialah belum berstandar internasional. Ia menilai walaupun mengangkat kearifan lokal mulai dari busana, tarian dan yang lainnya, harus bisa disejajarkan dengan standar dunia.

Para peserta tari Isolo atau Isosolo, saat menuju panggung menggunakan perahu pada acara Festival Danau Sentani 2016 di Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (20/6/2016). Tari Isolo selalu dibawakan dalam FDS 2016 yang mengisahkan hubungan kerukunan antar suku dengan membawa hasil bumi.KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES Para peserta tari Isolo atau Isosolo, saat menuju panggung menggunakan perahu pada acara Festival Danau Sentani 2016 di Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (20/6/2016). Tari Isolo selalu dibawakan dalam FDS 2016 yang mengisahkan hubungan kerukunan antar suku dengan membawa hasil bumi.
Ia pun memberi contoh pembukaan Olimpiade Beijing tahun 2008 yang menggunakan parade genderang China. Kolaborasi koreografi, busana daerah yang tetap berkelas, dengan teknologi tinggi akan menghasilkan pertunjukan yang memukau.

"Berkali-kali saya kena tegur presiden tentang empat hal. Pertama kurator yang mengkurasi harus benar-benar ketat, tarian dan musik harus diatur sesuai standar, juga busana yang bagus dan seauai standar intenasional," katanya.

3. Kelemahan selanjutnya ialah pengalokasian bujet hanya untuk penyelenggaraan event. Tidak ada untuk promosi atau bujet media. Menurutnya, alokasi dana yang benar ialah 50 persen untuk media, 50 persen untuk event-nya.

Pasola di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Pasola di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
"Kalau punya uang satu miliar hampir seluruh anggaran untuk event-nya, padahal yang bagus itu kombinasi 50:50 dengan media. Karena event itu bukan untuk kita tonton sendiri, jadi kita perlu meng-attract penonton untuk datang," kata Arief Yahya.

Dari 50 persen alokasi media tersebut, menurut Menpar, dibagi lagi ke dalam tiga waktu yang berbeda. Yaitu 50 persennya untuk pre-event yang memberikan penasaran wisatawan untuk datang. Lalu 30 persennya saat event, dan 20 persen sisanya setelah event.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com