Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gupuh, Lungguh, Suguh", Sekali Seduh Kita Bersaudara...

Kompas.com - 23/10/2017, 07:52 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Suciyati (33), menuangkan air panas dari termos ke dalam cangkir putih bermotif bunga yang berisi bubuk kopi.

Setelah diaduk, kemudian dia menyuguhkan dua cangkir kopi untuk Kompas.com yang hadir di Festival Kopi Sepuluh Ewu, di Desa Kemiran, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (21/10/2017) malam.

"Ini kopi Jaran Goyang, kalau ini kopi Jaranan Goyang," katanya bercanda sambil tertawa.

(Baca juga: 9 Tradisi Unik Ngopi di Indonesia)

Kopi Jaran Goyang adalah sebutannya untuk kopi yang diberikan oleh panitia dan kopi Jaranan Goyang adalah kopi yang dia buat sendiri.

Kopi Jaran Goyang adalah salah satu merek kopi yang dibuat oleh warga Desa Kemiren yang kemudian dibagikan secara gratis kepada warga yang ikut meramaikan acara Festival Kopi Sepuluh Ewu yang artinya sepuluh ribu.

(Baca juga: Suka Ngopi? Ini Cara Benar Membuat Kopi Tubruk)

Dia juga menunjukkan koleksi gelas khas miliknya. Suciyati mengaku ada cangkir yang usianya lebih tua dibandingkan usianya sendiri karena milik ibunya sebagai hadiah pernikahannya.

"Lebih tua usia cangkirnya dibandingkan usia saya dan ibu saya. Ini diwariskan secara turun temurun," ujarnya.

Sepanjang jalan di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jatim, Sabtu (21/10/2017) malam, menyediakan kopi secara gratis untuk pengunjungKOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Sepanjang jalan di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jatim, Sabtu (21/10/2017) malam, menyediakan kopi secara gratis untuk pengunjung
Ia mengaku setiap warga yang ada di Desa Kemiren, Banyuwangi pasti memiliki minimal dua lusin set cangkir dan kopi. Jika dihitung, mungkin jumlahnya bisa lebih dari 10 ribu cangkir yang menjadi koleksi warga Desa Kemiren Banyuwangi.

"Kalau kopi saya sendiri dicampur jahe agar hangat dan pakai cangkir sendiri. Dapat hadiah pas jadi pengantin baru," kata Suciwati.

(Baca juga: 6 Kopi Susu Kekinian, Yakin Sudah Coba Semuanya?)

Saat ditanya berapa harus membayar kopi yang disajikan, Suciwati menolak dan mengatakan bahwa semuanya yang diminum gratis. "Kalau mau selamatan masih harus mengundang banyak orang. Banyak tamu banyak rezeki kan," katanya.

Dia juga menggratiskan pisang goreng yang juga disajikan di atas meja.

Namun untuk kue-kue tradisional lainnya, seperti tape buntut, kucur, sawud, cenil dijual Suciyati dengan harga antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per biji.

"Kalau kata orang Using, 'gupuh, lungguh dan suguh'. Artinya tergopoh-gopoh, duduk dan menyuguhkan. Suguhkan apa? ya kopi dan jajanan," katanya.

Sepanjang jalan utama Desa Kemiren, Sabtu malam terlihat sangat meriah. Ribuan orang datang dan duduk di kursi yang sediakan di sepanjang jalan desa, bahkan ada yang menggelar tikar di depan halaman rumah.

Beberapa pengunjung di Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (21/10/2017) malam.KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Beberapa pengunjung di Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (21/10/2017) malam.
Aroma kopi menyeruak di antara warga yang duduk sambil bercanda dengan keluarga dan kerabat yang sengaja datang ke festival yang sudah digelar sejak tahun 2014 tersebut. Jalan desa sengaja di tutup dari kendaraan bermotor agar pengunjung nyaman duduk di tepi jalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com