JAKARTA, KOMPAS.com - Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, dahulu adalah basecamp para intelektual muda. Kegiatan berkumpul, berdiskusi, rapat, hingga jadi kantor penerbitan majalah tertoreh dalam sejarah tempat ini.
Namun tidak banyak yang tahu, rumah tersebut juga menjadi ajang berlatih budaya, hiburan, hingga tempat bermain para pemuda sambil melepas penat.
Baca juga : Transformasi Museum Sumpah Pemuda, dari Rumah Kost sampai Toko Bunga
Rumah yang kerap disebut dengan Gedung Kramat 106 itu mulanya disewa oleh kumpulan pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) kepada pada sang pemilik Sie Kong Liang pada 1908. Sedangkan sebelumnya mereka tinggal di bangunan yang lebih kecil, di Gedung Kwitang No 3.
Gedung Kramat 106 tersebut berdiri di atas sebidang tanah seluas 1.285 meter persegi dengan satu bangunan utama dan dua paviliun. Hingga kini, Gedung Kramat 106 masih terdiri dari beberapa kamar, aula, dan lapangan. Tidak terlalu besar memang, tapi cukup untuk beragam kegiatan seperti berlatih budaya hingga pentas kesenian kecil-kecilan.
Baca juga : Menelusuri Tempat-tempat Bersejarah Lahirnya Sumpah Pemuda
Para pemuda itu juga butuh waktu hiburan di sela kegiatan diskusi. Alhasil, mereka juga menempatkan meja biliar di Gedung Kramat 106. Sehingga Gedung Kramat 106 juga kerap digunakan untuk kongkow-kongkow pemuda atau mahasiswa kala itu.
Sampai saatnya gedung itu menjadai tempat berlangsungnya kongres, yang menghasilkan apa yang saat ini kita sebut sebagai Sumpah Pemuda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.