Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhatikan 5 Hal Ini Saat Berwisata ke Mbaru Embo Suku Nanga di Flores

Kompas.com - 24/11/2017, 09:16 WIB
Markus Makur

Penulis

BORONG, KOMPAS.com - Leluhur Suku Nanga, di kampung Mok, Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mewarisi sebuah rumah adat yang disebut ‘Mbaru Embo’ yang berusia ratusan tahun.

Dialek Kolor atau Mbaen di kawasan Selatan dari Kabupaten Manggarai Timur bahwa Mbaru berarti rumah dan Embo berarti nenek moyang atau leluhur juga dalam dialek Suku Nanga bahwa Mbaru Embo berarti rumah adat yang didiami oleh leluhur yang sudah meninggal dunia.

Hingga sampai saat ini ‘Mbaru Embo’ tetap dijaga oleh nenek moyang Suku Nanga. Unik sekali Mbaru Embo. Bahkan, letak rumah adat itu sangat jauh dari perkampungan Mok. Situasi rumah adat itu sangat sepi, jauh dari keramaian warga Kampung Mok.

(Baca juga : Mbaru Gendang Ruteng Puu, Kampung Adat Tertua di Flores Barat)

Bahkan, warga Kampung Mok jarang untuk melihat rumah adat itu. Juga jarang orang lewat di kampung itu karena warga Suku Nanga sudah menginformasi tentang keberadaan dari rumah itu.

Jika ada tamu yang berkunjung ke rumah adat itu harus meminta ijin tua-tua adat Suku Nanga yang khusus menjaga rumah adat itu yang tinggal di Kampung Mok.

Jadi Mbaru Embo berarti rumah adat yang dihuni dan dijaga oleh leluhur Suku Nanga. Rumah adat itu tidak dihuni oleh keturunan dari suku Nanga yang berada di Kampung Mok.

(Baca juga : Jangan Mengaku Pernah ke Flores sebelum Mengunjungi Wae Rebo)

Mbaru Embo bisa dipakai saat ritual-ritual adat saja oleh keturunan  Suku Nanga di kampung tersebut. Juga tak semua keturunan dari Suku Nanga yang bisa masuk dalam rumah adat tersebut.

Ritual-ritual yang sering dilaksanakan di rumah adat itu seperti ritual memulai masa tanam padi, jagung dan berbagai jenis tanaman lainnya.

Sekali setahun rumah adat itu melaksanakan ritual-ritual adat sesuai dengan kebiasaan yang diwariskan leluhur Suku Nanga.

Juga kadang-kadang melaksanakan ritual adat sekali dalam lima tahun tergantung tanda-tanda yang diberikan leluhur Suku Nanga melalui mimpi atau tanda-tanda dalam berbagai jenis tanaman yang ditanam di Ladang.

Salah satu warga Suku Nanga, Fransiskus Selamat kepada KompasTravel, Jumat (17/11/2017) di kediamannya di Kampung Peot, Kelurahan Peot, Kecamatan Borong menjelaskan, warisan leluhur Suku Nanga yang masih berdiri kokoh ada di perkampungan Mok. Warisan itu berupa rumah adat yang disebut ‘Mbaru Embo’.

‘Mbaru Embo’ merupakan rumah adat yang dihuni oleh leluhur Suku Nanga. Tak ada satu pun warga Suku Nanga yang tinggal di rumah itu.

Selamat menjelaskan, rumah itu sangat tenang, sepi dan bagian dalamnya gelap gulita karena tidak ada penerangan di dalam rumah itu. Ada begitu banyak benda-benda adat yang disimpan di rumah adat itu. Juga atap rumah itu terbuat dari Ijuk.

Salah satu yang lebih unik, lanjut Selamat, saat membangun rumah adat itu harus dikerjakan dalam sehari bersama dengan leluhur Suku Nanga. Tidak boleh melebihi satu hari. Jika dilanggar maka rumah itu tidak akan jadi dibangun.

Jika mau renovasi rumah adat maka mulai dari bongkar sampai dibangun kembali harus dikerjakan dalam sehari.

‘Mbaru Embo’ itu, lanjut Selamat, sangat berbeda dengan rumah adat lain di Manggarai Raya dalam proses membangunnya. Saat mulai membangun rumah adat itu melalui ritual adat sesuai adat istiadat Suku Nanga.

Tetua Dominikus Nenu (kiri) dan kerabatnya, Stanis Rande, menyalakan api di rumah adat mbaru embo di Kembang, Desa Langga Sai, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, awal Agustus lalu. Kegiatan itu pertanda dimulainya lorang, ritual khusus tanda berkunjung sekaligus menerawang ujung perjuangan sang tamu.KOMPAS/FRANS SARONG Tetua Dominikus Nenu (kiri) dan kerabatnya, Stanis Rande, menyalakan api di rumah adat mbaru embo di Kembang, Desa Langga Sai, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, awal Agustus lalu. Kegiatan itu pertanda dimulainya lorang, ritual khusus tanda berkunjung sekaligus menerawang ujung perjuangan sang tamu.
Selamat menjelaskan, siapa pun yang mengunjungi ‘Mbaru Embo’ harus didampingi oleh tetua adat Suku Nanga di Kampung Mok.

Juga ada beberapa hal yang diperhatikan pengunjung saat berwisata di rumah adat itu. Ini sesuai  pesan leluhur Suku Nanga yang terus dipegang oleh keturunannya di Kampung Mok.

1. Pengunjung hanya boleh berada di luar rumah adat

Jika pengunjung mau masuk ke dalam rumah itu, hanya saat ada ritual-ritual adat. Bahkan, tetua adat Suku Nanga maupun warga keturunan Suku Nanga jarang masuk ke dalam rumah adat itu pada hari-hari biasa. Mereka bisa masuk saat dilangsungkan ritual adat.

2. Dilarang merokok

Pengunjung yang berkunjung ke Mbaru Embo dilarang merokok. Juga tetua adat Suku Nanga dan warganya sudah mengetahui kebiasaan-kebiasaan itu. Jika melanggar kebiasaan-kebiasaan itu maka siapa pun akan terkena dampaknya.

3. Dilarang memakai baju berwarna merah

Leluhur Suku Nanga mewarisi sesuatu yang unik kepada keturunannya.

Salah satu kebiasaannya adalah siapa pun pengunjung maupun tetua adat dan warga Suku Nanga dilarang memakai baju berwarna merah saat berada di dalam rumah adat itu maupun saat berkunjung ke rumah adat itu.

Semua aturan adat itu harus ditaati oleh warga Suku Nanga maupun warga yang dari luar Suku Nanga saat berkunjung ke rumah adat itu.

4. Dilarang memotret

Pesan lain yang disampaikan leluhur Suku Nanga bahwa pengunjung atau tetua adat dan warga Suku Nanga dilarang untuk mengambil gambar.

Jadi jika ada pengunjung yang ingin mengambil gambar rumah adat itu harus melalui ritual adat. Itu pun kalau tetua adat yang ditugasnya menyetujuinya.

5. Dilarang membawa alat penerangan seperti senter

Saat memasuki ke dalam rumah Mbaru Embo dilarang membawa alat penerangan seperti senter serta alat penerangan lainnya.

Suasana di dalam rumah adat benar-benar gelap gulita. Rumah itu hanya diterangi oleh api dari tunggu api di tengahnya saat ritual adat berlangsung.

Jika ritual adat sudah selesai dilaksanakan maka api di tunggu api itu dipadamkan sehingga suasana kembali gelap gulita.

Selain itu, Selamat menjelaskan, siapa pun pengunjung yang masuk berwisata ke ‘Mbaru Embo’ di Kampung Mok harus melalui ritual adat sesuai dengan adat istiadat Suku Nanga. Dilarang melanggar adat istiadat suku Nanga karena itu sesuai pesan dan petunjuk dari leluhur Suku Nanga.

"Sebagai contoh wartawan Kompas, Frans Sarong saat meliput ritual adat di Mbaru Embo beberapa tahun lalu hanya diizinkan foto diluar rumah adat itu atas izin tetua adat Suku Nanga saat dilangsungkan ritual adat tahunan di Mbaru Embo. Waktu itu saya yang dampingi wartawan Kompas. Kisah Mbaru Embo sudah dipublikasikan di Harian Kompas. Saya secara khusus berterima kasih kepada wartawan Kompas, Frans Sarong,” jelasnya.

Hasil penelusuran KompasTravel, bahwa penuturan lisan warga Kampung Mok bahwa ada hari-hari tertentu mereka bisa mendengar suara-suara orang dari dalam ‘Mbaru Embo’. Selain itu, Desa Mbengan menyimpan begitu banyak warisan budaya yang sudah dikenal di Eropa.

Salah satunya yang sangat terkenal sampai di Belgia adalah tarian Wai Doka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com