BOGOR, KOMPAS.com - Sejak abad ke-18 di masa-masa awal kedatangan batik, leluhur Indonesia sudah menggunakan bahan-bahan pewarna. Bahkan bahan tersebut masih digunakan hingga saat ini dan menghasilkan batik yang mahal.
Bukti-bukti ini terekam dalam arsip Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Anda bisa melihatnya di Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (Munasein), Bogor, Jawa Barat.
Baca juga : Serunya Menjelajah Museum Penyimpan Peralatan Suku Indonesia di Bogor
Terdapat etalase khusus bahan-bahan alami yang digunakan untuk pewarna batik. Meski tak se meriah warna dari zat kimia, tetapi pewarna alami diklam lebih awet untuk bahan, dan minim risiko iritasi terhadap kulit.
Baca juga : Unik, Museum di Bogor Ini Simpan Perkakas dari Bahan Alam Indonesia
Beberapa tanaman yang umum digunakan mulai dari tumbuhan alpukat untuk warna merah terang. Tumbuhan jambu biji untuk warna coklat tua. Lalu mahoni untuk warna merah kecoklatan. Tanaman Mangga, untuk warna coklat muda, sedangkan merah muda dari tanaman kopi.
Menurut arsip LIPI di sana, yang digunakan sebagai pewarna berasal dari daun, bunga, dan batangnya yang muda. Orang terdahulu menggunakannya dengan cara ditumbuk.
Setelah itu yang akan disimpan dalam bubuk pewarna bisa dikeringkan. Sedangkan yang langsung diproses bisa direbus, lalu airnya digunakan untuk merendam kain batik yang sudah dicanting. Setelah itu baru dibersihkan dari lilin, sebelum dicuci dan dijemur.
Hingga kini beberapa zat pewarna alami masih terus digunakan, seperti kayu secang, Hal ini masih dilestarikan karena menghasilkan warna yang khas dari alam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.