Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah John Lie, Pahlawan Indonesia Keturunan Tionghoa

Kompas.com - 15/03/2018, 15:38 WIB
Silvita Agmasari,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

 

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Museum Pustaka Peranakan Tionghoa memiliki berbagai koleksi buku maupun dokumen mengenai sejarah perjalanan Tionghoa di Indonesia.

Azmi Abubakar selaku pendiri museum ini menyebutkan salah satu koleksi yang paling bernilai bagi dirinya adalah dokumen dari pahlawan Indonesia keturunan Tionghoa, Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie atau Jahja Daniel Dharma. 

"Banyak orang tidak tahu kalau ada pahlawan Indonesia dari etnis Tionghoa karena di buku pelajaran juga tidak disebut. Waktu itu pernah ada kunjungan sekolah ke sini, saya minta sebutkan pahlawan Tionghoa. Jangankan muridnya, gurunya saja tidak tahu!" kata Azmi saat ditemui di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Selasa (13/3/2018).

Azmi menjelaskan John Lie memegang peranan penting saat Indonesia baru merdeka. Lie yang merupakan keturunan Tionghoa Manado itu ditugaskan menjadi penyeludup barang ekspor untuk membiayai kas negara.

"Awal kemerdekaan itu, Belanda masih mengklaim kalau Indonesia adalah negara jajahannya, Hindia Belanda. Maka tidak boleh ada kegiatan perdagangan (ekspor-impor) atas nama Indonesia. Semua harus izin dari Belanda," cerita Azmi.

Baca juga : Indonesia di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa

Hanya ada John Lie dan pasukannya yang tergabung dalam Angkatan Laut RI yang berani menyeludupkan barang ekspor seperti hasil bumi ke Singapura.

"Saking beraninya Lie ini sampai dijuluki pistol di tangan kanan, Alkitab di tangan kiri. Karena Lie ini religius, istrinya Margaretha itu pendeta," jelas Azmi.

Lie juga pernah disurati Duta Besar Indonesia untuk Singapura agar 'mengerem' kegiatan penyeludupannya karena kondisi yang tidak kondusif.

Dalam tugasnya Lie banyak menyeludupkan barang dari pantai Aceh, karena garis pantai Aceh yang panjang dan cenderung tidak dijaga ketat oleh Belanda.

Lie diberi surat oleh pemuka Aceh saat itu agar leluasa dalam menjalanankan tugas penyeludupan. Surat tersebut ditunjukkan oleh Azmi ke KompasTravel.

Begitu pula dengan surat asli lain berupa surat permintaan dokumentasi penyeludupan Lie dari Jendral Besar AH Nasution, surat dari rekan sejawat RE Martadinata, dan surat cinta Lie untuk istri.

Dokumentasi John Lie di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.Kompas.com/Silvita Agmasari Dokumentasi John Lie di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.

Mengenai surat-surat asli dari John Lie tersebut. Azmi sebenarnya juga tak menyangka bisa mendapatkannya.

"John Lie dan istri ini tidak punya keturunan. Saat istrinya terakhir meninggal, rumah mereka di daerah Cipete itu dielelang," ujar Azmi. Kemudian ada kawan Azmi yang tahu kalau dirinya mengumpulkan buku dan dokumentasi Tionghoa.

Baca juga : Nisan di Kuburan Tionghoa yang Bercerita

"Ditelponlah saya, saya datang ke rumahnya sudah kosong. Isinya tinggal sampah-sampah. Surat-surat ini ditaruh di karung mau dibuang. Sampai sekarang saya juga masih tidak habis pikir bisa sampai ke saya," kenang Azmi.

Dokumentasi John Lie itu ia simpan rapih dalam file plastik dan menjadi koleksi beharga bagi Azmi untuk Museum Pustakan Peranakan Tionghoa.

"Oh iya, kamu tahu Radio Rimba Raya dari Aceh yang menyiarkan Indonesia masih ada itu? yang bawa alat pemancarnya itu ya si John Lie ini," kata Azmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com