Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasaran, Ritual Berusia 1.800 Tahun dari Minahasa

Kompas.com - 19/03/2018, 13:35 WIB
Firmansyah,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi


MINAHASA, KOMPAS.COM - "I Yayat U Shanti..." Kalimat tersebut diteriakkan secara membahana oleh seorang Sarian (panglima) pemimpin ritual Kawasaran. Teriakan itu disambut ratusan peserta dengan jawaban "Uhuy!"

Pekikan bersahutan terus menggema diiringi sabetan pedang, tusukan tombak, dan tameng berseliweran. Ritual Kawasaran merupakan seni tradisi perpaduan gerak tari dan pertempuran yang dimiliki oleh masyarakat adat Minahasa, Sulawesi Utara.

I Yayat U Shanti memiliki arti yang dalam, "Angkatlah pedangmu dan marilah berperang." Teriakan panglima disambut dengan kata "Uhuy" oleh prajurit perang yang artinya kurang lebih "Tentu!"

Lapangan Sam Ratulangi dan Benteng Moraya, Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, tampak memerah oleh ratusan anggota ritual Kawasaran. Beberapa anggota tampak menggunakan topi berbulu burung, menunjukkan bahwa mereka adalah para pemimpin kelompok.

Baca juga : Kisah Kuburan Orang Minahasa Kuno di Desa Sawangan

Ritual Kawasaran dilakukan pada Sabtu (17/3/2018). Ritual dilakukan dalam upacara Hari Kebangkitan Masyarakat Adat ke-19 yang digelar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Ekspresi wajah peserta ritual yang sebelumnya ramah mendadak berubah 180 derajat, garang dengan mata melotot tanpa senyum. Sementara pedang dan tombak terhunus siap menyerang lawan.

Budayawan dan Dosen Universitas Sam Ratulangi, Fredi Wowor, menjelaskan bahwa ritual Kawasaran berusia lebih dari 1.800 tahun. Pasukan Kawasaran merupakan penjaga atau pelindung wilayah di Minahasa. Saat ini sering digunakan untuk mengantar tamu, menjaga tamu dan tuan rumah jika ada kegiatan besar.

"Kawasaran dilakukan pada kegiatan besar, berfungsi sebagai pengawal kegiatan, termasuk pesta perkawinan. Kawasaran juga dimaknai jika terjadi sebuah ancaman maka akan muncul para pelindung negeri," ujarnya.

Ekspresi penari kawasaran (Foto: AMAN)FIRMANYSYAH/KOMPAS.COM Ekspresi penari kawasaran (Foto: AMAN)

Beberapa orang masyarakat adat menjelaskan kawasaran sebagai representasi budaya Minahasa dalam menjamu tamu.

"Apabila anda berkunjung ke wilayah kami, maka akan kami jamu, namun bila anda merusakanya maka perlawanan yang akan anda temui seperti makna I Yaayat U Shanti," ungkap Meliza, salah seorang anggota ritual.

Sejarah Kawasaran

Beberapa referensi menyebutkan ritual Kawasaran atau Kabasaran sering dilakukan para prajurit Minahasa sebelum atau sepulang dari medan perang. Menurut adat masyarakat Minahasa, dulunya untuk melakukan ritual ini harus berasal dari keturunan Kawasaran juga. Setiap keluarga Kawasaran biasanya memiliki senjata khusus yang diwariskan secara turun-temurun.

Baca juga : Wow Minahasa... Serunya Berarung Jeram di Sungai Nimanga

Nama Kawasaran berasal dari kata dasar “wasal” yang berarti ayam jantan. Bagi masyarakat Minahasa, ayam jantan sendiri merupakan simbol keberanian atau kejantanan. Hal ini bisa dilihat dari wajah para penari saat menari dengan ekspresi wajah yang garang, jantan, dan gagah berani.

Ritual biasanya diiringi oleh alat musik tradisional yang sering disebut dengan Pa’wasalen. Dalam Pa’wasalen tersebut terdiri dari alat musik seperti seperti gong dan tambur.

Kawasaran dan Perjuangan Masyarakat Adat

Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam pidatonya disaksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyebutkan Kawasaran sebenarnya simbolisasi dari perjuangan masyarakat adat Minahasa.

"Kita sedang merayakan kebangkitan masyarakat adat di tempat bersejarah yaitu Benteng Moraya. Di tempat ini pernah terjadi Perang Tondano. Juga perayaan hari ini diawali dengan ritual Kawasaran yang merupakan simbol perang. Marilah kita memaknai Benteng Moraya dan Kawasaran sebagai tekad bulat masyarakat adat untuk terus berjuang, memerangi penindasan, kebodohan dan peminggiran masyarakat adat yang masih terjadi di berbagai pelosok Nusantara. Semua itu demi mewujudkan cita-cita luhur kita bersama yaitu Indonesia dan Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat .I Yayat U Santi!," sebut Rukka dalam pidato pembukaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com