LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Pria bertubuh mungil itu bangun dari tempat duduknya. “Piyoh-piyoh (singgah-singgah),” katanya menyapa pembeli. Di langit, matahari mulai tenggelam di balik awan, Senin (2/4/2018).
Itulah Agus. Sejak 2007 lalu, pria asal Desa Hagu Tengah, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh itu membuka rak berjualan sate.
Dia menawarkan dua jenis sate, yaitu ayam dan daging sapi. Diracik dalam bumbu kacang dan bumbu sate padang.
Baca juga : Kisah Penjual Sate Ayam yang Diajak Jokowi Berjualan di Gedung Agung
Namun, saat itu dia membantu pamannya berjualan. Sejak 2007 dia membuka usaha sendiri.
“Lumayan, sehari bisa laku dua kilogram daging, sama 1 ekor lebih ayam,” katanya sambil memotong lontong untuk dijadikan padanan sate.
Baca juga : Mencicipi Sate Blengong, Kuliner Khas Brebes Incaran Para Pejabat
Sekitar pukul 16.00 WIB, barulah dia membuka dagangannya, persis di depan pintu pagar Pendopo Bupati Aceh Utara.
Kursi plastik berjejer rapi di sekitar rak dagangan itu. Di sanalah, warga menikmati kuliner malam hari sejak puluhan tahun lalu.
Tangan Agus cekatan mengipas arang, lalu membungkus sate. Jika dimakan di lokasi itu, maka diletakkan di piring yang dibuat serapi mungkin.
“Saya meracik bumbunya biasa saja. Namun menurut pelanggan, rasanya enak,” kata Agus.
“Bumbu ini kan ibaratnya kuah, konsumen bisa memilih banyak atau tidak. Saya kasih lebih bumbunya,” katanya.
Untuk cabai rawit yang telah dihaluskan, Agus meletakkannya di balik daun pembungkus sate. Agar, konsumen bisa memberi takaran sendiri rasa pedas yang diinginkan.
Sore semakin merangkak mendekati senja. Perlahan lampu mulai dinyalakan. Hingga pukul 02.00 WIB dini hari Agus akan menunggu pembeli. Mencicipi sate racikannya yang kian digemari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.