Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Kolosal Hadirkan Sejarah Kota Magelang dalam "Grebeg Gethuk"

Kompas.com - 16/04/2018, 07:42 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi


MAGELANG, KOMPAS.com - Dahulu kala, sebuah wilayah menjadi tempat strategis untuk transit orang-orang dari Jawa bagian timur. Mereka hendak melakukan ritual di sepanjang pegunungan Dieng sampai Sindoro.

Di wilayah yang kini bernama Kota Magelang itu terjadi akulturasi budaya dan interaksi dengan warga setempat. Perekonomian di wilayah itu pun menjadi makmur.

Namun kondisi itu tidak berlangsung sama semenjak kedatangan gerombolan pengacau 'Kecu Brandal Rampok' yang mengusik ketenangan masyarakat. Keadaan berubah chaos, keamanan dan kestabilan terganggu.

Baca juga : Bunga Tabebuya Kembali Bermekaran, Magelang bak Negeri Sakura

Lalu muncul tokoh-tokoh yang membentuk kekuatan secara mandiri. Kekuatan itu mampu membasmi para pengacau, sehingga ketenangan masyarakat dapat direbut kembali.

Tari kolosal berjudul Babad Tanah Mantyasih ini menjadi bagian prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).KOMPAS.com/IKA FITRIANA Tari kolosal berjudul Babad Tanah Mantyasih ini menjadi bagian prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).
Melihat fenomena itu, Ratu Dyah Belitung, sang penguasa tanah Jawa kala itu, memberikan kemerdekaan kepada wilayah itu dengan membebaskan semua tanggungan upeti atau pajak.

Itu lah gambaran singkat sejarah Kota Magelang, Jawa Tengah, yang dikemas dalam tarian kolosal pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang di Alun-alun setempat, Minggu (15/4/2018).

Baca juga : Magelang Butuh Pusat Oleh-oleh Lengkap dan Nyaman

Tidak kurang 230 penari, yang terdiri dari para pelajar, sanggar seni dan komunitas masyarakat terlibat dalam pagelaran megah ini. Mereka menampilkan koreografi dan musik nan epik.

"Tari kolosal ini terinspirasi dari kisah yang tercatat di Prasasti Poh dan Mantyasih tentang Raja yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno, dan Kota Magelang sebagai sebuah daerah yang merdeka atau perdikan 'Mantyasih'," kata Gepeng Nugroho, sang sutradara tari tersebut.

Kirbab gunungan palawija dalam prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke- -1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).KOMPAS.com/IKA FITRIANA Kirbab gunungan palawija dalam prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke- -1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).
Gepeng melanjutkan, tarian ini selalu ditampilkan dalam rangkaian "Grebeg Gethuk" dengan koreografi dan drama yang berbeda. Jumlah penari tahun ini ini lebih banyak dibandingkan tahun 2017 lalu, yang hanya sebanyak 170 penari.

"Kami berlatih sebulan, memadukan musik, drama, koreografi dalam cerita asal usul berdirinya Kota Magelang. Kami ingin mengangkat bagaimana Kota Magelang berdiri menjadi daerah perdikan yang merdeka yang ditetapkan Raja Dyah Balitung," ujarnya.

Tari kolosal berjudul "Babad Tanah Mantyasih" ini menjadi bagian prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang. Sebelumnya dilakukan ritual di lokasi prasasti Mantyasih di Kampung Meteseh, Kacamatan Magelang Utara.

Selanjutnya, kirab gunungan hasil bumi sebanyak 17 buah, sejumlah kelurahan di Kota Magelang, berkeliling Alun-alun lengkap dengan pasukan Bregada yang mengawal.

Prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).KOMPAS.com/IKA FITRIANA Prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).
Sampai di lapangan Alun-alun gunungan-gunungan itu dikumpulkan bersama dua gunungan gethuk (makanan dari olahan singkong).

Setelah itu, diadakan upacara adat Jawa dan doa bersama serta mengucapkan harapan untuk Hari Jadi Kota Magelang. Ribuan warga yang menyaksikan prosesi ini pun langsung merangsek berebut gunungan-gunungan itu.

Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito, mengatakan, adanya dua gunungan gethuk ini mengandung makna filosofis tentang kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kota Magelang.

Sementara gunungan palawija ini menggambarkan Kota Magelang yang subur dan kaya akan hasil bumi.

Tari kolosal berjudul Babad Tanah Mantyasih ini menjadi bagian prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).KOMPAS.com/IKA FITRIANA Tari kolosal berjudul Babad Tanah Mantyasih ini menjadi bagian prosesi Grebeg Gethuk pada puncak perayaan HUT ke-1.112 Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/4/2018).
"Ada dua gunungan gethuk kakung (putra) dan putri, ini menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kota Magelang. Sama halnya dengan gunungan palawija, artinya makanan berlimbah karena tanah kita subur," kata Sigit.

Sigit mengatakan, perayaan hari jadi Kota Magelang ke-1.112 ini  lebih meriah, di mana keterlibatan dan partisipasi dari masyarakat pun lebih banyak.

"Kami berdoa agar Kota Magelang dapat lebih baik ke depan, masyarakat semakin makmur dan sejahtera," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com