Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Remang Menangis karena Gudeg Mercon...

Kompas.com - 23/04/2018, 09:42 WIB
Silvita Agmasari,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pengojek online menghentikan motornya di belakang barisan orang. Dalam remang gelap itu saya tak melihat penjual makanan. Malam itu, Sabtu (21/4/2018) saya di Yogyakarta, berburu gudeg. Jalan Asem Gede, Jetis, jadi perhentian saya untuk mencari Gudeg Mercon.

Sempat ragu, akhirnya saya sadar jika sopir ojek online memang benar. Dia berhenti tepat di barisan antrean orang yang ingin membeli Gudeg Mercon. Panjang antreannya sampai 10 meter.

Di depan, ada warung tenda pendek. Hanya berukuran tiga kali satu meter dan tinggi dua meter.

Baca juga : Akhir Pekan di Yogyakarta, Cicipi 6 Gudeg Legendaris Ini

Berjajar banyak jenis makanan di meja yang hanya memiliki tinggi sebetis orang dewasa. Mulai dari aneka gorengan tempe, bakwan, sate jamur, sate ayam, telur rebus, krecek, areh pedas, dan gudeg nangka.

Tinah, perintis Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).KOMPAS.com/SILVITA AGMASARI Tinah, perintis Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).
Di tengah hamparan makanan tersebut ada Tinah, perintis Gudeg Mercon. Tangannya sibuk mencomoti makanan untuk mengisi piring yang kosong.

"Gudeg mercon ini buka dari tahun 1992. Dulu tidak ramai seperti ini, kira-kira 10 tahun belakangan baru ramai," kata Hari, adik Tinah.

Baca juga : Gudeg Juminten di Yogyakarta yang Menjaga Kualitasnya Hampir Satu Abad

Hari bersama adiknya satu lagi membantu sang kakak, Tinah berjualan Gudeg Mercon yang buka dari pukul 21.30 sampai habis.

"Kami tutup jam dua, tapi biasa jam satu sudah habis semuanya," kata Hari.

Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).KOMPAS.com/SILVITA AGMASARI Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).
Gudeg Mercon banyak disukai orang karena berbeda dari gudeg kebanyakan. Hari mengatakan, target awal kakaknya membuka warung gudeg memang untuk wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.

"Makanya dibuat gudeg pedas, karena cita rasa makanan Yogyakarta itu dasarnya manis. Banyak gudeg yang manis, tidak semua orang cocok," kata Hari.

Keistimewaan Gudeg Mercon, menurut Hari, bukan pada gudeg atau kreceknya, melainkan kuah areh yang pedasnya luar biasa.

Saat nasi, gudeg, krecek, dan lauk pauk lainnya disiram areh pedas tersebut, alamak pedas sekali rasanya...

Selain rasa pedas yang mendominasi, juga ada rasa gurih dan berbagai lauk pauk. Rasanya memang cocok untuk lidah orang yang emoh makan manis.

Kalau tak tahan pedas? Jangan nekat. Lebih baik minta Bu Tinah siram kuah areh sedikit saja di pinggir piring.

Hal yang unik, Gudeg Mercon yang berjualan di pinggir jalan pemukiman, sebenarnya tidak memiliki tempat makan layak apalagi penerangan tambahan.

Tinah, perintis Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).KOMPAS.com/SILVITA AGMASARI Tinah, perintis Gudeg Mercon di Yogyakarta, Sabtu (21/4/2018).
Pengunjung yang makan, lesehan di pinggir jalan rumah orang, dan makan hanya mengandalkan lampu jalanan yang jauh. Satu-satunya penerangan hanya bohlam lampu tenda Gudeg Mercon yang wattnya tidak besar.

Banyak pengunjung mengandalkan senter lampu handphone untuk membantu makan.

Saya memilih makan tanpa bantuan senter. Alhasil malam itu di pinggir jalan Yogyakarta yang remang, saya menangis. Ini gara-gara gudeg mercon yang nyelekit di lidah dan bikin nagih...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com