BORONG, KOMPAS.com - Perempuan yang tersebar di kampung-kampung dan pedesaan di lima Kecamatan di Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur terus merawat warisan tenun yang menjadi identitas dan harga diri dari masyarakat setempat khususnya dalam budaya.
Kaum perempuan yang berada di pelosok Manggarai Timur merasa risih apabila dalam berbagai upacara adat maupun atraksi budaya kalau tidak memakai kain tenun.
Walaupun kaum perempuan masih bergelut dengan urusan domestik serta mengerjakan lahan-lahan pertanian saat musim tiba.
Baca juga : Peting Ghan Nalun Weru, Ritual Sakral Suku Nggai di Flores
Kaum perempuan setia merawat warisan leluhur itu walaupun mereka harus membagi waktu antara menanam padi, memetik kopi, mengurusi urusan domestik dalam keluarga dan menenun.
Di Kecamatan Elar, kaum perempuan menenun tenunan motif Rembong, Kecamatan Sambirampas dengan motif Congkar, di Kecamatan Lambaleda dengan motif Lambaleda, Kecamatan Pocoranaka Timur dengan motif Pocoranaka Timur dan Pocoranaka.
Baca juga : 5 Fakta Menarik tentang Wae Rebo di Flores
Motif Congkar dengan bergaris-garis di kain songkenya, motif Rembong dengan bulat-bulat seperti bulan, motif Lambaleda dengan berbentuk jaring-jaring dan motif Pocoranaka Timur dan Pocoranaka dengan berbentuk ayam.
Saat ini belum ada anak-anak gadis yang mau belajar tenun kecuali ibu-ibu yang sudah berkeluarga.
Itu pun ibu-ibu yang sudah berkeluarga membagi waktu dengan pekerjaan di sawah, di kebun, mengurus anak sekolah dan maupun melayani kebutuhan suami mereka.
Hingga saat ini pemerintah setempat belum memberikan perhatian serius terhadap karya-karya perempuan tersebut khususnya tenun.
Secara khusus KompasTravel belum lama ini mengelilingi lima kecamatan itu untuk menggali potensi tenun yang sering diinformasikan secara lepas.
Baca juga : Podo Puzu, Ritual Mistis Suku Kengge di Flores
Berta Linur (41), warga Kampung Marabola, Desa Ligurlai, Kecamatan Elar, Minggu (11/3/2018) dijumpai KompasTravel ketika sedang menenun di rumahnya mengisahkan menenun kain songke dan Mbay merupakan kerja sampingan di waktu senggang. Sementara pekerjaan aslinya adalah merawat kebun dan menanam padi.
"Saya biasa menenun kain motif rembong dan Mbay. Saya menenun kain Mbay dari Kabupaten Nagekeo karena mudah dijualnya sementara kain motif rembong dibeli oleh warga setempat untuk keperluan upacara-upacara adat dan pesta perkawinan adat," katanya.