MYANMAR, KOMPAS.com – “Ketika ingin pergi ke Myanmar, ada stigma negatif yang melekat tentang Myanmar. Padahal setelah liburan ke Myanmar, di sana aman,” pikir saya.
Bayang-bayang tentang kasus kerusuhan di negara bagian Myanmar, Rohingya sempat terbayang di benak saya. Miskin dan terbelakang, serta mencekam, hal itu lah yang pastinya akan terbayang apabila mendengar kata Myanmar.
Konflik kemanusiaan antara umat Budha dan warga Rohingya, rasanya menjadi faktor utama dari penilaian yang diberikan kepada Myanmar. Stigma negatif telah begitu kuat melekat. Setidaknya dalam benak saya.
Bagi saya, pemandangan alam di Myanmar, memang tidak sebagus Indonesia, Thailand, Vietnam, atau negara-negara lainnya, Myanmar juga bukan negara yang diminati untuk jadi tempat tujuan liburan. Bisa dibilang, tidak sekeren Jepang, Korea, dan negara-negara di Eropa.
Namun, melihat lebih dekat orang-orang di Myanmar, mampu membuat pemikiran siapapun yang bertandang ke sana, berubah banyak. Ternyata, masih ada berjuta kebaikan tersembunyi di tengah negeri yang akhir-akhir ini dinilai negatif.
Di sana, saya menemukan penduduk-penduduk Myanmar yang terbilang polos, ramah, dan sopan. Tidak ada sedikitpun kesan menakutkan berada di tengah-tengah mereka.
Sapaan seperti “maingalarpar” untuk halo, “kyay zuu par” untuk terima kasih seringkali saya dengar. Sambutan hangat ala anak-anak Indonesia yaitu melambaikan tangan pun saya temui.
Hal tersebut terlihat dari cara mereka memperlakukan perempuan. Tidak ada yang mengganggu atau pun bersiul ketika ada perempuan yang melintas di hadapan mereka.
Walaupun perempuan itu menggunakan pakaian yang sedikit terbuka. Perempuan muslim pun bisa dengan aman membaur di keramaian tanpa diganggu.
Hal lain yang cukup menarik adalah kota-kota Myanmar, jarang sekali saya temukan orang yang mengemis di pinggir jalan atau bahkan mengamen. Masyarakat kota-kota di Myanmar tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Walau terlihat lelah, tapi tidak ada kata menyerah hidup di Myanmar. Setiap penduduk tampak bekerja keras. Tua, muda, bahkan anak-anak sedari kecil sudah dibiasakan melakukan pekerjaan.
(DINI KURNIASARI, Digital Librarian KOMPAS TV)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.