JAKARTA, KOMPAS.com - Monumen Nasional (Monas) saat ini dikenal sebagai lambang Jakarta. Dengan bentuk yang khas dan luar area sampai 80 hektar, Monas juga memiliki peran penting sebagai ruang terbuka hijau di pusat Jakarta.
Monas juga menjadi tempat perhelatan berbagai acara penting dan akbar untuk negara. Ada banyak fakta menarik mengenai Monas, seperti yang KompasTravel rangkum berikut ini:
1. Pembangunan sempat ditentang
Monas mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Pembangunan Monas sempat ditentang oleh berbagai kalangan, khususnya mahasiswa.
Baca juga: Tidak Hanya untuk Foto, Ini 10 Kegiatan Menarik di Monas
Tinggi Monas yang 132 meter itu merupakan salah satu proyek mercusuar Presiden Soekarno, selain Gelora Bung Karno dan banyak tugu lainnya.
Banyak pihak yang menggangap membangun Monas adalah suatu pemborosan mengingat Indonesia yang belum begitu lama merdeka masih membangun dalam berbagai sektor. Akhirnya pada 12 Juli 1975, Monas dibuka untuk umum.
Bentuk Monas sebenarnya melambangkan lingga dan yoni. Lingga adalah tiang tanda kelaki-laki yang melambangkan kesuburan dan yoni adalah landasan obelisk yang melambangkan perempuan yang feminin.
Ide ini berasal dari Soekarno sendiri. Bentuk monas juga sering disandingkan dengan alu dan lesung, untuk menumbuk padi.
Ukuran Monas melambangkan tanggal Kemerdekaan RI, yakni tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter. Sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 meter (3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter.
3. Ganti Nama Beberapa Kali
Monas dan area sekitarnya dikenal dengan berbagai nama. Mulai dari Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Dari situs majalah anak-anak, Bobo disebutkan bahwa Teuku Markam, seorang saudagar yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam menyumbang 28 kilogram untuk melapisi lidah api Monas. Semasa hidupnya, Teuku Markam terus berjuang membela tanah air dan kemudian meninggal pada tahun 1985.
Saat pertama kali dibuat, emas yang digunakan untuk melapisi lidah api mempunyai berat 35 kilogram. Tetapi pada tahun 1995, saat Indonesia merayakan ulang tahun emas kemerdekaan yaitu 50 tahun lapisan emasnya ditambah lagi hingga seberat 50 kilogram.