Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Potensi Holtikura di Pegunungan Arfak...

Kompas.com - 10/08/2018, 22:10 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

KOMPAS.com - Kami sejenak berpikir, “pantas kebanyakan mama-mama penjual sayur beragam jenis di Pasar Wosi/Sanggeng kalau ditanya selalu bilang bahwa mereka dari Anggi.”

Suhu udara yang sejuk, sumber air yang melimpah, dan tanah yang subur adalah jawabannya. Oh iya kalau kalian belum tahu, Anggi adalah nama salah satu distrik di Pegunungan Arfak (Pegaf), Papua Barat yang sekaligus merangkap sebagai ibukota kabupaten. 

Produk holtikultural, teh, dan kopi merupakan sebagian jenis tanaman yang cocok berkembang di daerah dingin seperti Pegaf. Belum pernah sepanjang sejarah terdapat perkebunan teh di Pegaf.

Kami pun agak sedikit heran. Soalnya, suhu udara dan ketinggian wilayah sudah sangat mendukung. Pegaf tak kalah potensialnya dari Kabawetan, Bengkulu atau Kayu Aro, Jambi yang sangat terkenal karena perkebunan teh.

Lain cerita dengan teh. Kopi setidaknya sudah mulai diperkenalkan ke Pegunungan Arfak. Berdasarkan cerita yang beredar, dahulu para misionaris atau pengabar injil membawa bibit tanaman kopi.

Bersamaan dengan aktivitas penginjilan, mereka juga memperkenalkan tanaman kopi. Kelanjutan kisah kopi yang dibawa misionaris ini tidak diketahui. Terdapat kemungkinan kalau kopi-kopi yang ditanam ini kemudian tak terawat. Kopi yang sudah ditanam tak menghasilkan seperti perkiraan. Lama-kelamaan ditinggalkan.

Masyarakat Distrik Anggi Gida, Pegunungan Arfak di perkebunan markisa. Produk holtikutura merupakan salah satu potensi di Pegunungan Arfak.Dok. MAPALA UI Masyarakat Distrik Anggi Gida, Pegunungan Arfak di perkebunan markisa. Produk holtikutura merupakan salah satu potensi di Pegunungan Arfak.
Satu bukti bahwa kopi memang sudah ‘sempat’ ditanam kami dapati dari cerita seorang warga yang kami temui di ibukota kabupaten. Ia yang tak sempat menyebutkan nama bilang, “Pohon kopi tu dong ada kase hidup di beberapa tempat”.

Akang su liar, trada yang ambil panen”. Sang Bapak menyebutkan bahwa ada beberapa tempat yang ditumbuhi pohon kopi. Kopi-kopi tersebut tumbuh begitu saja (liar) dan tidak ada yang memanennya.

Sayang sekali bukan? Padahal konsumsi kopi dunia sedang tumbuh dan mengalami kenaikan yang pesat dalam beberapa tahun belakangan.

Sementara teh dan kopi belum dikembangkan secara maksimal, produk holtikultura telah cukup lama dibudidayakan oleh masyarakat Pegaf.

Produk-produk ini boleh dibilang sebagai soko guru perekonomian mereka. Ribuan orang di Pegaf bekerja pada sektor pertanian terutama produk holtikultura. Rupiah demi rupiah yang dihasilkan dari berdagang sayur dan buah menggerakkan perekonomian rakyat.

Memastikan di hari itu asap di dapur terus mengebul. Dari hasil berdagang pula mereka mampu menyekolahkan anak-anak mereka. Para generasi penerus dari Pegunungan Arfak.

Holtikultura meliputi jenis-jenis sayur dan buah-buahan. Umumnya komoditas ini tak memerlukan waktu penanaman yang lama. Dalam beberapa bulan setelah penyebaran benih kita sudah bisa panen. Apabila produk-produk ini panen tiap tiga bulan sekali, maka dalam satu tahun bisa sampai tiga kali panen.

Rumah warga Distrik Anggi Gida, Pegunungan Arfak, Papua Barat.Dok. MAPALA UI Rumah warga Distrik Anggi Gida, Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Beberapa macam sayur yang ditanam masyarakat Pegaf, antara lain: kentang, kol (kubis), sawi pahit, sawi putih, kangkung, bawang merah, wortel, labu siam, dan daun bawang. Hasil panen beragam jenis sayur ini sebagian dikonsumsi untuk diri sendiri. Namun tak jarang petani yang menjual sayurnya di Pasar Distrik Anggi maupun pasar-pasar di Manokwari.

Pasar Distrik Anggi sejatinya bukanlah pasar dalam pengertian yang sesungguhnya. Pasar ini adalah pasar dadakan. Kalau di Bengkulu orang biasa menyebutnya sebagai ‘pekan’.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com