Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Festival Lima Gunung di Magelang, "Setengah Kota, Setengah Desa"

Kompas.com - 12/08/2018, 08:12 WIB
I Made Asdhiana

Editor

Kepala Dusun Wonolelo yang juga pimpinan Sanggar Wonoseni Bandongan Pangadi (Ki Ipang) membenarkan bahwa kehidupan sosial kemasyarakatan warganya yang berjumlah sekitar 250 kepala keluarga atau 650-an jiwa tersebar di empat rukun tetangga itu, sebagai semi-urban.

Seniman kelompok sanggar itu, bagian dari berbagai grup kesenian rakyat Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang dengan sejumlah ragam kesenian, antara lain musik tradisional religius "madyopitutur", tarian "seto kencono", dan tarian "topeng ireng".

"Kami memang setengah desa, setengah kota," kata Pangadi.

Warga setempat pada umumnya bekerja sebagai buruh bangunan, pekerja pabrik, pegawai toko dan warung makan, petani padi, pegawai negeri, serta karyawan kantor. Areal persawahan di sekitar dusun itu pada umumnya dikerjakan warga setempat yang sudah berumur.

Selama 16 tahun berturut-turut, setiap tahun, Komunitas Lima Gunung memancang festival tahunan mereka dengan lokasi di dusun-dusun kawasan gunung-gunung yang mengitari Kabupaten Magelang dengan kehidupan sosial kemasyarakatan yang kental suasana desa dan alam masing-masing.

Namun, festival ke-17 tahun ini terkesan berbeda karena diputuskan lokasinya di dusun relatif dekat kota teramai daerah itu. Tahun ini, sebagai catatan pertama atas perjalanan komunitas menetapkan lokasi festival di dusun dengan masyarakat "setengah desa-kota".

Kiranya, hal tersebut menjadi bacaan utama inspirasi Sutanto Mendut yang kemudian menaruhkan instalasi "Desa-Kota" di dekat Panggung Sawah, untuk disampaikan kepada siapa saja yang hadir dalam festival yang tahun ini bertema "Masih Goblok Bareng" itu.

"Desa itu kalau jadi kota 'mertanggung' (tanggung), desa itu kalau tetap desa yang sungguh desa, dan yang lihat kota yang tidak 'mertanggung'. Hebatlah itu! Sayang desa dan kota serba 'mertanggung'," ucap Sutanto dalam perbincangan dengan sejumlah petinggi komunitas yang dirintisnya jauh sebelum 17 tahun lalu.

Penyelenggaraan Festival Lima Gunung disebut Sutanto sebagai telah melampaui waktu dan ruang, melampaui tafsir kelaziman, bahkan pengetahuan pribadi-pribadi pegiat komunitasnya, karena percaya bahwa Sang Agung sebagai Mahasutradara dan sponsor sejati.

Tak putus-putus, ia mengingatkan setiap pribadi komunitas dan warga Wonolelo untuk bertekun menempatkan anugerah sikap rendah hati dalam menerima siapa saja tamu festival.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com