Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Pameran "Nenek Moyangnya" Seni Rupa di Borobudur...

Kompas.com - 10/09/2018, 12:19 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi


MAGELANG, KOMPAS.com - Sejatinya ada seni grafis yang merupakan "nenek moyang" dari seni rupa. Seni ini sudah berkembang sejak abad ke-14.

Seiring waktu, seni grafis semakin ditinggalkan. Hal itu karena seni grafis tidak semudah menggoreskan kuas dan cat di atas kanvas, namun butuh teknik tinggi dan energi tertentu.

Adalah Gunawan Bonaventura, salah satu seniman grafis Indonesia yang masih konsisten berkarya sampai kini. Beberapa seniman lain yang sudah terkenal antara lain Keizaburo Matsuzaki (Jepang), Reuben Zanders (AS), Leon Laughridge (AS), Sun Xun (Cina).

Berbeda dengan seniman grafis lainnya, Gunawan memilih menggunakan teknik unik yang lebih dalam pada konsep seni grafis untuk memvisualisasikan pikiran, awan kegelisahan, dan harapannya.

"Seni grafis tidak sekedar tentang estetika tapi juga teknik. Ini yang tidak semua seniman bisa bertahan. Tekniknya ada cetak dalam, cetak datar (sablon) dan cetak tinggi (kebalikan stempel). Cetak tinggi yang saya pakai," kata Gunawan, di Limanjawi Art House, Sabtu (8/9/2018).

Gunawan yang sudah terjun ke dunia seni grafis sejak 87 tahun lalu itu menambahkan, bahwa menciptakan seni grafis memakai logika terbalik. Mulai dari konsep, menggambar, mengukir sampai pewarnaan.

Masyarakat yang ingin melihat karya-karya Gunawan bisa datang ke Limanjawi Art House di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, atau sekitar 1 kilometer dari Komplek Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Ada sebanyak 36 seni grafis print making yang dipamerkan. Seluruhnya merupakan karya hasil kontemplasi dan hasil serapan terhadap apa yang terjadi di masyarakat di sekitarnya.

"Semua Tentang kehidupan sehari-hari, konflik batin, hakikat menjadi manusia," ujar Gunawan.

Pada pameran tunggal ke-4 nya ini, lanjut Gunawan, karya-karyanya lebih banyak menceritakan tentang filosofi Jawa yang universal. Pameran ini berlangsung selama satu bulan ke depan, 9 September-9 November 2018.

"Saya hidup dan tumbuh sebagai seorang Jawa, dalam populasi orang dengan beragam etnis, situasi, masalah sosial ekonomi budaya, etika, dan aturan," katanya.

Hal ini yang kemudian menjadi aspek terkait paradigmanya tentang kehidupan. Dia mengalami banyak jenis momen, bertemu banyak karakter orang, dan menghadapi semua itu.

Dia cenderung mengamati dan menganalisis tetapi tidak untuk menilai, cenderung untuk mencerminkan dan menerima tetapi tidak untuk memprotes.

"Salah satunya karya saya berjudul '?Hyipokondria', tentang syndrom kegelisahan, ketika masih sibuk jadi pengusaha, saya punya rasa khawatir yang sangat tinggi tentang hidup, takut penyakit, stres, dan sebagainya tahun 2012," ungkapnya.

Ada juga momen dimana dirinya menemukan momen untuk cenderung diam dan berdoa kemudian berteriak, cenderung bekerja dengan baik dan lebih baik daripada berbicara banyak dan juga cenderung untuk menghargai dan menghormati masyarakatnya dari pada menjadi individu.

"Karya-karya ini mengatakan tentang persepsi nilai-nilai itu. Filosofi Jawa itu universal. Saya yakin nilai dan maknanya akan mudah diterima dan dipahami oleh setiap manusia di planet ini, jadi saya berbicara diam-diam pada karya seni visual," tutur Gunawan.

Sementara itu, pemilik Limanjawi Art House, Umar Chusaeni mengatakan pameran seni grafis menjadi seni yang baru di kawasan candi Borobudur. Galerinya selalu terbuka, dan memberikan ruang bagi para seniman dengan karya-karya mereka.

"Pameran seni grafis ini akan memberikan warna baru bagi Borobudur dan akan menjadi daya tarik wisatawan. Semakin mengokohkan bahwa Borobudur merupakan pusat seni budaya," kata ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com