Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengulik Inovasi Bahan Pangan Lokal di Indonesia

Kompas.com - 20/09/2018, 10:06 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar sogum, jali-jali, atau jewawut? Ya, nama-nama itu adalah jenis biji-bijian yang dahulu sempat dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai pengganti nasi.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dan aneka ragam hasil alam yang bisa dijadikan makanan, baik itu makanan pokok, maupun makanan tambahan. Sebut saja sagu, jagung, ubi, singkong, termasuk jali-jali, jewawut, atau sogum.

Hal inilah yang membuat Albert Arron Pramono, CEO Arumdalu farm mengembangkan laboratorium kecilnya, untuk mencari tahu potensi bahan makanan lain yang tersedia di Indonesia.

"Ternyata tanaman yang tumbuh di Indonesia itu 'gila', kalau diteliti banyak yang memilki gizi tinggi," kata Albert saat acara Kaum X Arumdalu, di Kaum Resto Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Ia menyebutkan tanaman ganyong (Canna indica) yang memiliki kandungan karbohidrat dan kalsium tinggi, bisa digunakan untuk tepung, mi, dan kue-kue.

Ayam bakar isi tempe, kuliner yang disajikan dalam acara Kaum X Arumdalu selama sebulan di Kaum Resto, Sudirman, Jakarta, Selasa (18/9/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Ayam bakar isi tempe, kuliner yang disajikan dalam acara Kaum X Arumdalu selama sebulan di Kaum Resto, Sudirman, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Lalu ada jali-jali yang tumbuh di daratan Asia. Menurut datanya, sejak 2000 tahun lalu pangan ini jadi komoditi terpenting di China sebelum tersebarnya padi dan jagung.

Saat ini masih digunakan untuk campuran nasi, sereal, bubur, oatmeal, yang dipercaya bisa mengatasi susah buang air besar hingga kanker.

Selain dua itu, masih ada delapan lainnya yang dipamerkan dalam acara Kaum X Arumdalu. Arumdalu dan Kaum Resto sepakat akan terus mengenalkan, meriset kegunaan dan khasiat di balik 10 tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia itu.

Menurut Lisa Virgiano, Brand Director Kaum Resto, aneh jika Indonesia yang alamnya kaya harus terlalu bergantung dari nasi. Padahal, bahan pangan dengan gizi tinggi lainnya tersedia dengan mudah di negara ini.

"Tanaman-tanaman unik yang tumbuh di Indonesia dengan gizi tinggi, sangat bisa menjadi opsi pangan lokal, sehingga masyarakat di daerah tertentu dapat mandiri dan mengembangkan kulinernya," tutur Albert yang kini memfokuskan Arumdalu Farm sebagai Konsultan Enginering Ekosistem.

Pemeran Kaum X Arumdalu di Kaum Resto, Sudirman, Jakarta, Selasa (18/9/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Pemeran Kaum X Arumdalu di Kaum Resto, Sudirman, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Salah satu yang menjadi sorotan Kaum Resto ialah memaksimalkan potensi tempe, yang merupakan warisan kuliner khas Indonesia.

Tempe yang biasanya hanya berbahan kacang kedelai impor, kini menggunakan beberapa jenis kacang-kacangan lokal, seperti kacang merah, juga kedelai lokal.

Ia juga menciptakan menu-menu unik dari tempe yang biasanya hanya digoreng. Ada hidangan seperti burger tempe, tempe gulung, terong bakar isi tempe, pecel sambal tumpang, botok ayam isi tempe, nasi goreng tempe bakar, hingga bolu tempe.

"Jadi dari sini kami mau menghasilkan kolaborasi engineering farm-nya Arumdalu dengan Kaum Resto selaku yang menyajikan makanannya. Juga untuk memperkenalkan olahan bahan makanan Indonesia," kata Lisa Virgiano.

Menu-menu unik tersebut coba disajikan selama satu bulan kedepan. Selain itu pengunjung juga dapat mempelajari beberapa potensi bahan pangan yang tumbuh di Indonesia dari pamerannya, dan teknik-teknik aeroponik untuk menumbuhkan tanaman pangan dataran tinggi ke perkotaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com