Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kharisma Bahari, Warteg yang Punya 196 Cabang di Jabodetabek

Kompas.com - 25/10/2018, 10:08 WIB
Citra Fany Samparaya,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Warung Tegal atau yang lebih dikenal warteg menjadi salah tujuan untuk yang ingin makan kenyang dengan harga murah.

Warteg juga sering dilekatkan dengan orang yang berekonomi rendah. Namun, banyak juga orang dengan ekonomi atas yang tidak segan untuk makan di warteg bahkan tertarik menjadi pengusaha warteg.

Tidak hanya murah, warteg juga mudah ditemui di sudut kota bahkan beberapa warteg sekarang tersedia dalam waktu 24 jam. Selain itu, warteg juga menjajakan 30 hingga 50 lauk pauk, mulai dari aneka tempe, ikan, sayuran, oseng-oseng, tahu, dan masakan rumah lainnya.

Di Jakarta banyak sekali warteg yang bertebaran, tapi ada satu warteg yang cukup dikenal yaitu Warteg Kharisma Bahari (WKB) dengan ciri khas warna hijau dan kuning pada setiap desain ruang warteg.

Sayudi sudah mendirikan 196 warteg Kharisma Bahari di Jabodetabek.KOMPAS.com / CITRA FANY SAMPARAYA Sayudi sudah mendirikan 196 warteg Kharisma Bahari di Jabodetabek.
“Warna hijau sendiri kalau di daun itu pupus, kalau di daun tumbuh tunasnya terus, kalau di ekonomi tumbuh terus. Misalnya di lampu merah, hijau kuning merah. Kalau kuning tindakan perlu berhati-hati. Merah sendiri berani, orang yang mau sukses harus berani," kata pemilik WKB, Sayudi ketika dikunjungi KompasTravel di Warteg Kharisma Bahari (WKB) di Jalan Haji Batong Raya, Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).

"Modal sukses utama harus berani bukan modal. Orang kalau punya modal tapi takut yah gak akan maju. Warna ini khusus untuk WKB. Kami ingin punya ciri khas sendiri. Dari kami sukses, banyak warteg yang pakai warna kami. Yah saya bersyukur kalau banyak yang pakai suka sama produk saya,” sambung Sayudi.

Kharisma Bahari merupakan warteg pertama dengan konsep franchise dan pelopor warteg bersih di Jakarta.

Sayudi mengaku bahwa dirinya ingin mengubah konsep kumuh pada warteg menjadi warteg yang bersih sehingga siapapun bisa makan dengan nyaman dan menjangkau berbagai kalangan.

Sayudi sedang menyajikan makanan untuk pembeli di Warteg Kharisma Bahari di jalan Haji Batong Raya, kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).KOMPAS.com / MUHAMMAD IRZAL ADIKURNIA Sayudi sedang menyajikan makanan untuk pembeli di Warteg Kharisma Bahari di jalan Haji Batong Raya, kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).
Ketika ditemui di kediamannya, Sayudi  menceritakan ketidaksengajaannya membuka warteg Kharisma kepada KompasTravel. Sayudi awalnya hanya pedagang asongan di daerah Pulogadung. Sekitar tahun 1996 atau1997, pria lulusan SD ini mulai membuka bisnis warteg.

“Dulu kan saya emang tamatan SD, dagang asongan yah lama juga. Saya kan sukses gak mungkin mengandalkan ijazah SD. Paling tidak kalau mau sukses jadi wiraswasta. Yaudah akhirnya, karena keluarga juga dagang warteg, jadi saya usaha warteg," katanya.

Sayudi ingin mengubah persepsi masyarakat tentang warteg yang selalu dianggap kumuh. Hal itu ia lakukan agar pengunjung warteg bisa bervariasi.

"Biar orang kerja nggak sungkan masuk. Dulu kan terkenalnya orang kuli yang makan di sini. Dengan adanya warteg yang bersih, orang jadi nggak sungkan masuk,” katanya.

Warteg pertama Sayudi buka di samping Kantor Kecamatan Cilandak dengan nama warteg MM (Modal Mertua). Nama itu muncul karena ia membuka warteg dengan modal pinjaman mertuanya.

Mertua Yudi meminjamkan sertifikat rumah untuk jaminan mengambil pinjaman di bank. Awalnya, wartegnya hanya berdiri di bangunan semi permanen yang dibuat oleh pemerintah daerah pada waktu itu. Setelah punya modal, ia kemudian menyewa tempat lalu membuka wartegnya.

Warteg Kharisma Bahari, di Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (23/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Warteg Kharisma Bahari, di Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
"Jadi ide awalnya sebenarnya nggak sengaja. Awalnya kami punya cabang tiga, dua cabang cuma dikelola karyawan saja. Karena makin lama makin berantakan, dan minus. Daripada saya stres kayak gini, jadi mendingan saya ngambil teman atau keluarga dari Tegal yang belum punya warteg, yah untungnya sistem bagi hasil fifty-fifty," ujar Sayudi.

“Misalnya dapat 10 juta, orang yang kelola dapat 5 juta, saya dapat 5 juta. Akhirnya warungnya terawat karena mereka sendiri kan dapat banyak, hasilnya banyak. Dapat sedikit, hasilnya sedikit. Jadi mereka mikir gimana caranya warung ini rame," ujarnya.

"Kalau karyawan kan enggak, hasilnya segitu yah segitu. Mereka yang ikut saya jarak dua tahun punya modal, terus saya dipercaya nyari lokasi untuk bikin warung,” tambahnya.

Lama-kelamaan, semakin banyak orang yang tertarik dan penasaran dengan sistem tak biasa yang diterapkan warteg tersebut. Menurutnya, WKB sendiri membantu orang-orang yang tidak punya modal.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com