MALANG, KOMPAS.com - Rencana Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) untuk membentuk desa wisata edelweis di desa penyanggah akan segera terwujud.
Untuk saat ini, masih ada dua desa yang sudah siap menjadi desa wisata untuk bunga abadi itu. Yakni Desa Ngadisari di Kabupaten Probolinggo dan Desa Wonokitri di Kabupaten Pasuruan.
Kedua desa wisata edelweis itu akan diluncurkan dalam Festival Land of Edelweis yang akan berlangsung di Pendopo Agung Desa Wonokitri, Sabtu (10/11/2018) nanti.
Baca juga: Saat Mendaki, Jangan Pernah Ganggu Edelweis...
Dengan demikian, edelweis yang merupakan kembang tana layu menurut penduduk lokal akan menjadi komoditas komersial. Sebab selain untuk konservasi, bunga keabadian itu juga akan diperjualbelikan kepada wisatawan.
"Jadi ini bertujuan untuk konservasi, ritual dan ekonomi sekaligus," kata Kepala TNBTS, John Kennedie dalam konferensi pers di Kantor TNBTS di Kota Malang, Selasa (6/11/2018).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MenLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, edelweis jenis Anaphalis Javanica ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi.
Baca juga: Cara Mendapat Sunrise Terbaik di Penanjakan Bromo Tengger
Berdasarkan peraturan itu, John mengatakan bahwa desa wisata edelweis itu merupakan wisata konservasi karena membudidayakan tanaman yang dilindungi.
Selain itu, edelweis juga merupakan salah satu komoditas dalam pelaksanaan ritual masyarakat Suku Tengger. Kembang tana layu itu harus ada dalam sesaji ritual masyarakat yang mendiami area penyanggah kawasan TNBTS tersebut.
Baca juga: Petik Edelweis di Gunung Semeru, Pendaki Ini Dilarang Mendaki Seumur Hidup
Dengan begitu, masyarakat yang biasanya mengambil edelweis dari dalam kawasan hutan, bisa mengambil bunga itu dari hasil budidayanya.
"Festival Land of Edelweis merupakan langkah awal dalam upaya melestarikan edelweis, melestarikan kearifan lokal budaya Tengger sekaligus memberikan peluang peningkatan ekonomi masyarakat," katanya.
John mengatakan, ribuan benih edelweis hasil penangkaran telah ditanam di dua desa tersebut. Untuk di Desa Ngadisari, tanaman edelweis yang tumbuh sekitar 1.000 batang. Sedang di Desa Wonokitri terdapat sekitar 5.600 tanaman. Tersebar di rumah warga, pinggir jalan dan lahan yang diperuntukkan sebagai wisata selfie.
"Ke depan harapan kita pengunjung lokal mancanegara berkunjungnya tidak hanya melihat keindahan alam, tapi juga ke wisata edelweis. Ini satu-satunya desa wisata edelweis di dunia," katanya.
Salah satu tokoh masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadisari, Supoyo memastikan, edelweis yang akan dijual oleh masyarakat kepada wisatawan merupakan edelweis hasil budidaya. Bukan edelweis yang mengambil dari kawasan hutan.
"Jadinya yang dijual-jual di pinggir jalan itu bukan yang diambil dari kawasan. Tetapi justru mereka ikut membudidayakan melalui kelompok tani edelweis," kata pria yang juga merupakan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo itu.
"Pada 2007 kehidupan di desa kami masih mengandalkan cocok tanam. Sekarang seiring dengan perkembangan pariwisata, di situ sudah 60 persen (masyarakat) mulai melirik penjualan jasa wisata. Baik transportasi, perjualan pernak-pernik, suvenir serta makan dan minuman ringan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.