Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Gunung Pangrango, Tempat Favorit Soe Hok-Gie Naik Gunung

Kompas.com - 17/12/2018, 20:07 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

KOMPAS.com - "Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi. Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada. Hutanmu adalah misteri segala. Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta," ujar Soe Hok Gie dalam puisinya berjudul "Mandalawangi-Pangrango" yang ditulis tahun 1966.

Keindahan dan kekaguman Soe Hok-Gie tergambarkan lewat puisinya. Dalam puisinya, Soe Hok-Gie tercatat dua kali mengucapkan "Aku cinta padamu, Pangrango".

Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango, Jawa Barat memang seakan menyihir para penggemarnya tak terkecuali Soe Hok-Gie. Soe Hok-Gie kala itu bersama rekan-rekan anggota Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Prajnaparamitha Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI) seringkali menyambangi Lembah Mandalawangi. Dalam sejarahnya, nama Mapala Prajnaparamitha berubah menjadi Mapala UI.

"Aku datang kembali. Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu. Dan dalam dinginmu," ungkap Gie masih dalam puisinya.

Foto Soe Hok-Gie yang ditemukan di Sekretariat Mapala UI, Depok, Jawa Barat. Soe Hok-Gie merupakan salah satu pendiri Mapala UI sekaligus aktivitis yang turut berperan dalam aksi long march dan demo besar-besaran pada tahun 1966. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di IndonesiaDokumentasi Mapala UI Foto Soe Hok-Gie yang ditemukan di Sekretariat Mapala UI, Depok, Jawa Barat. Soe Hok-Gie merupakan salah satu pendiri Mapala UI sekaligus aktivitis yang turut berperan dalam aksi long march dan demo besar-besaran pada tahun 1966. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia
Lembah Mandalawangi pun sering disebut oleh anggota Mapala UI sebagai "halaman belakang" untuk bermain. Mereka, tak jarang untuk pergi ke Mandalawangi untuk sekedar melepas penat dari kehidupan kota, berlatih ilmu mendaki gunung, bahkan merenungi hidup.

"Lembah Mandalawangi memang tempat berlatih dan menempa diri buat Mapala UI, dan tempat bersejarah buat Mapala UI karena Gie dan buat saya pribadi karena dilantik jadi anggota Mapala UI di sana. Tak cuma latihan, tapi jalan-jalan santai buat keluarga besar Mapala UI juga di sana" kata Ade Wahyudi, mantan Ketua Mapala UI periode 2009-2010 kepada saya.

Dingin dan sepi. Ya, Lembah Mandalawangi memang tak seramai Lembah Suryakencana di Gunung Gede. Jarak tempuh ke Lembah Mandalawangi terbilang lebih sulit dan lebih jauh dibandingkan ke Lembah Suryakencana yaitu sekitar 13 kilometer bila ditempuh dari jalur pendakian Cibodas. Sementara, ke Lembah Suryakencana hanya sekitar 10 kilometer.

Calon anggota Mapala UI berlatih ilmu mendaki gunung di Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango, Jawa Barat.KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Calon anggota Mapala UI berlatih ilmu mendaki gunung di Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango, Jawa Barat.
Medan pendakian ke Lembah Mandalawangi lebih menantang. Setelah melewati pertigaan Pos Kandang Badak di ketinggian 2.365 meter di atas permukaan laut (mdpl), medan menuju Gunung Pangrango lebih ekstrem. Jalur pendakian yang menyempit, tak jarang harus sedikit memanjat untuk melewati akar-akar pohon, dan medan yang terjal.

Di ujung "leher gunung" menuju puncak, pendaki dihadapkan dengan beberapa jalur berdinding tanah. Pijakan kaki juga hanya selebar kaki. Tak jarang, pendaki harus berjalan miring untuk melewati jalur pendakian menuju Puncak Gunung Pangrango.

Nah, Lembah Mandalawangi Lembah Mandalawangi terletak sekitar 100 meter dari Puncak Pangrango yang berada di ketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut. Lembah seluas sekitar 5 hektar ini merupakan satu dari dua padang bunga edelweis (Anaphalis javanica) di areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), selain Alun-alun Suryakencana di dekat Puncak Gunung Gede.

Siluet senja di lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango, selepas hujan.KOMPAS.COM / VITORIO MANTALEAN Siluet senja di lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango, selepas hujan.
Panorama menakjubkan bisa terlihat dari pohon-pohon edelweis umumnya tumbuh sekitar satu meter. Biasanya, edelweis tumbuh mekar pada bulan Mei - September. Dari sisi barat bila cerah, pucuk puncak Gunung Salak bisa terlihat.

Lembah Mandalawangi memang bukan tempat untuk berkemah dalam skala besar. Lembah Suryakencana, jauh lebih luas dari Mandalawangi. Luasnya sekitar 50 hektar.

Namun, bagi saya yang juga anggota Mapala UI, Lembah Mandalawangi memang menawarkan keintiman dan kehikmatan tersendiri dalam mendaki gunung. Sudah berkali-kali mendaki Gunung Pangrango, saya sendiri selalu rindu dengan suasana Lembah Mandalawangi seperti yang digambarkan Soe Hok-Gie. Hingga saat ini, tak ada gunung lain yang mampu menggantikan keindahan dan keintiman Gunung Pangrango.

Tempat berlatih, jambore pencinta alam dan abu jasad Soe Hoe-Gie

Gunung Pangrango juga menjadi tempat berlatih organisasi pencinta alam tingkat skala universitas maupun sekolah menengah atas. Tak hanya Mapala UI, organisasi pencinta alam lain di Jakarta dan sekitarnya juga menjadikan Gunung Pangrango untuk menempa ilmu mendaki gunung. Faktor kemudahan akses merupakan salah satunya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com