Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babah Akong dan Pohon Bakaunya...

Kompas.com - 16/01/2019, 08:12 WIB
Nansianus Taris,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sabtu (12/1/2019) pagi, matahari tampak cerah di Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, 5 kilometer barat laut dari kota Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan ke sini mesti melewati lintasan utara Trans-Flores.

Persis di bibir pantai. Bukit-bukit hijau berjejer rapi. Perumahan warga belum terlalu padat. Selain melaut, sebagian besar masyarakat di desa ini berprofesi sebagai petani.

Terlihat beberapa warga sedang menjemur padi dan kopi di pinggir jalan-jalan rabat. Tampak pula beberapa yang asyik mengurai jala.

Babah Akong sedang duduk istirahat di balai-balai depan rumahnya. Rumahnya berdinding bambu dan halamannya cukup luas untuk parkir kendaraan.

Baca juga: 5 Tips Menjelajah Hutan Bakau di Bali

Terdapat juga tempat duduk kecil yang disediakan untuk para pengunjung. Pada sisi kiri rumahnya sebuah spanduk bertuliskan: Mangrove Information Center.

Saya menyalaminya dan dia mempersilakan saya duduk. Perawakan lelaki tua ini kecil dan kurus. Garis-garis keriput tampak jelas menghiasi kulitnya.

Namun, ketika saya mengajaknya mengobrol, dia menyambut penuh antusias, seperti baru bertemu seorang kawan lama.

Baca juga: Perempuan Pejuang Bakau dari Alor

Pagi itu, ketika saya sambangi, Babah Akong rupanya baru selesai sarapan dan sedang bersiap diri untuk menengok hutan bakau di belakang rumahnya. Dia lalu mengajak saya untuk turut serta.

“Bakau-bakau ini sudah jadi bagian hidup saya. Makanya, saya harus cek terus, apakah ada anakan yang rusak atau mana yang butuh perawatan,” kata dia.

Baca juga: Taman Wisata Bakau, Destinasi Wisata Baru di Gresik

Selama belasan tahun dia memang membangun kawasan itu dengan susah payah. Motifnya jelas, menuntaskan dendam atas tragedi gempa dan tsunami yang melanda kepulauan Flores dua puluh enam tahun silam.

“Setelah kejadian itu, banyak orang pindah dari sini karena takut kena bencana lagi. Tapi saya tidak mau. Saya putuskan untuk tanam bakau. Dulu kalau di sini ada banyak bakau pasti dampaknya tidak parah,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com