Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meneguk Pagi di Puncak Kelimutu

Kompas.com - 21/01/2019, 07:10 WIB
Nansianus Taris,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

MAUMERE, KOMPAS.com - Pagi-pagi sekali, Minggu (6/1/2019), saya berangkat ke Kelimutu dari arah kota Ende, Pulau Flores. Kebetulan sekali, cuaca lagi bersahabat, langit cerah.

Ketika melewati wilayah Moni, dalam rute aspal berkerikil ke kawasan Danau Kelimutu, saya bertemu banyak pengunjung yang barusan kembali dari sana. Mereka mungkin berangkat lebih pagi guna mengabadikan matahari terbit (sunrise). Dalam hati, saya juga bergumam semoga bisa mendapatkan sunrise di puncak Kelimutu.

Saya juga berjumpa orang-orang pedesaan dengan aktivitasnya yang khas. Menjemur beberapa komoditi lokal di halaman rumah, bergotong-royong menggarap sawah juga menggembalakan hewan piaraan.

Baca juga: Tiba Meka, Tarian Khas Flores Barat

Saya kemudian membayar biaya retribusi sebesar Rp 10.000 untuk bisa masuk ke lokasi yang sebenarnya adalah sisa letusan gunung vulkanik itu. Di halaman parkir, seorang pria berewokan dengan topi cowboy yang mulai usang menyapa saya.

Namanya bapak Markus, seorang pemandu wisata di Kelimutu. Dia bertugas bersama ke delapan rekannya yang lain. Biasanya, mereka akan memandu para wisatawan asing yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sana.

Baca juga: Sehari Tanpa Piring Pabrik di Nagekeo Flores...

Dari arah lokasi parkir, saya “naik” sendirian menuju lokasi danau. Melewati jalan setapak yang telah disiapkan. Pohon-pohon cemara rimbun berdiri tegak menjulang. Tumbuhan-tumbuhan hijau kecil menganak-pinak di sisi kiri dan kanan jalan.

Menikmati sunrise di puncak Danau Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Minggu (6/1/2019).KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS Menikmati sunrise di puncak Danau Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Minggu (6/1/2019).
Saya menarik napas dalam-dalam sembari merasakan udara segar dari alam bebas ini. Suara jangkrik, cericit burung-burung kecil dan teriakan kera-kera hutan jadi teman menyenangkan dalam rute ini.

Baca juga: Basuh Wajah dengan Air dari Sumur Bung Karno di Ende Flores

Bila Anda beruntung, kera-kera akan datang menghampiri dan Anda bisa saja mengajak mereka berswafoto bersama.

Tapi seturut petuah dari bapak Markus, para pengunjung semestinya berhati-hati dan tidak usah mengeluarkan jenis makanan apa pun. “Hewan-hewan itu bisa menyerangmu dengan liar,” ujar beliau mengingatkan saya.

Sejatinya, masyarakat Lio umumnya percaya bahwa Kelimutu merupakan tempat peristirahatan terakhir para arwah, ruang di mana semua jiwa kembali setelah perjalanan hidup berakhir.

Saya bersyukur sebab bisa dengan mudah menemukan informasi semacam itu di tugu-tugu kecil yang terletak di sekitar danau.

Sehingga sangat disayangkan apabila orang ke Kelimutu dan langsung melihat danaunya dengan berbagai atraksi riang meriah tanpa melihat sajian informasi yang telah disiapkan.

Akses jalan menuju Taman Nasional Danau Kelimutu diperlebar.Sigiranus Marutho Bere/Kompas.com Akses jalan menuju Taman Nasional Danau Kelimutu diperlebar.
Warna Danau Kelimutu pun bisa berubah-ubah kapan saja. Setiap kali berganti warna, penduduk sekitar mesti memberikan sesajian sebagai bentuk respek terhadap mereka yang sudah meninggal.

Dari danau pertama Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, saya menyusuri tangga-tangga untuk melihat danau kedua.

Terik matahari yang menyengat juga bau belerang yang menjalar kuat semakin membakar semangat saya. Meski harus diakui, jarak untuk sampai ke tugu puncak Kelimutu memang lumayan jauh.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com