Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pendakian Wajib Pakai Jasa Pemandu Tinggal Menunggu Waktu

Kompas.com - 11/03/2019, 12:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com –  Beberapa tahun terakhir, dunia pendakian gunung di Tanah Air terus dilanda kabar duka. Berita mengenai kecelakaan hingga kematian para pendaki berbanding lurus dengan fakta bahwa kegiatan pendakian tergolong sebagai olahraga ekstrem.

Data Badan SAR Nasional (Basarnas) menunjukkan, angka kecelakaan di gunung terus melambung dari tahun ke tahun. Terakhir, tiga orang pendaki meninggal akibat hipotermia di Gunung Tampomas, Jawa Barat.

Boleh jadi, fakta mengenaskan ini diakibatkan minimnya pengetahuan maupun pengawasan terhadap wisata pendakian. Laiknya tren pada umumnya, tak sedikit kalangan muda yang ingin ikut dalam arus ini tanpa modal wawasan dan kepiawaian yang memadai.

“Bahkan di kalangan organisasi pencinta alam pun ada yang meninggal saat diksar (pendidikan dasar),” ujar Wisnu Wiryawan, Pengurus Pusat Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI).

Baca juga: Kecelakaan Pendakian Gunung di Indonesia Meningkat 4 Tahun Terakhir

Saat diwawancarai KompasTravel di gelaran Indofest 2019, Wisnu menyinggung soal perlunya standar kelayakan mendaki.

“Siapa jadinya yang bisa mengukur standar ini? Maka harus ada ukurannya, bukan cuma merasa sudah bisa atau sudah cukup (pengalaman, red.). Kecuali bisa menunjukkan bukti, misalnya kartu anggota komunitas atau mahasiswa pencinta alam, baru ilmunya ada ukurannya,” tambahnya.

Wajib menggunakan jasa pemandu

Wisnu melanjutkan, salah satu hal yang dapat mengatasi hal ini ialah pemakaian jasa pemandu bersertifikat bagi para pendaki amatir, sebutan bagi para pendaki yang belum pernah memiliki satu pun sertifikat latihan dasar pendakian.

Nantinya, mereka yang hendak mendaki gunung-gunung di bawah pengawasan taman nasional diwajibkan menggunakan jasa pemandu. Hal ini rencananya akan ditetapkan sebagai standar nasional.

Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) hadir dalam acara pertemuan para asosiasi atau federasi pemandu gunung dari negara-negara di dunia yakni International Federation Mountain Guides Of Association (IFMGA), di Nepal, Kathmandu, Selasa (28/11/2017(.DOK. APGI Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) hadir dalam acara pertemuan para asosiasi atau federasi pemandu gunung dari negara-negara di dunia yakni International Federation Mountain Guides Of Association (IFMGA), di Nepal, Kathmandu, Selasa (28/11/2017(.

“Mereka nantinya akan punya kewajiban menggunakan guide yang tersertifikasi setelah standar nasional ini ditetapkan. Jadi, ketika dia pengin naik gunung, tapi tidak punya tanda pelatihan, maka pihak taman nasional akan memberikan guide-nya. Karena itu artinya dia tidak punya skill mountaineering. Kompetensi ini harus diukur. Bukti foto saja tidak cukup," kata Wisnu.

Pernyataan Wisnu ada benarnya. Dengan sejumlah pengalaman mendaki pun, belum tentu seorang pendaki memiliki kepiawaian yang cukup ketika dirinya dan kelompok berada dalam situasi darurat. Namun, niatan ini pun berpotensi menimbulkan suara miring dari kalangan pendaki.

Baca juga: 4 Tahun Terakhir, Kecelakaan Pendakian Paling Banyak Terjadi di Gunung Semeru

Sebab, besar kemungkinan terdapat biaya tersendiri yang wajib dibayar untuk memakai jasa pemandu, walaupun sampai saat ini belum ada rumusan tetapnya. Belum tentu semua pendaki sepakat akan hal ini, walaupun kewajiban ini diklaim lebih dapat menjamin keselamatan mereka di alam bebas.

 “Mestinya terasa worth it, dong, karena dipandu orang yang sudah disertifikasi. Ketika guide bermasalah, pendaki secara legal bisa dan tahu ke mana harus mengadu," tegas Wisnu.

Nantinya, kebijakan ini akan berlaku di gunung-gunung yang berada di kawasan taman nasional alias berada dalam pengelolaan pemerintah saja. Di luar itu, kebijakan ini belum dapat diterapkan.

“Sudah konsensus, tinggal penerapan. Tinggal menunggu waktu pemerintah,” pungkas Wisnu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com