Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaman Dulu, Lapangan Banteng Tempat Berkumpulnya Para Elite Batavia

Kompas.com - 06/05/2019, 09:10 WIB
Sherly Puspita,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagai fasilitas publik, Lapangan Banteng yang terletak di kawasan Jakarta Pusat memiliki fasilitas yang didesain sedemikian rupa agar mampu mengakomodasi kepentingan warga dari beragam usia dan kalangan.

Maka tak heran jika Lapangan Banteng dilengkapi dengan trek atletik yang dapat digunakan warga segala usia yang hobi berlari untuk berlatih. Ada juga area bermain anak yang ukurannya cukup luas dengan beragam fasilitas permainan yang menarik.

Kemudian ada juga amphitheatre yang dapat menampung ribuan orang, dinding-dinding berisi kutipan cerita sejarah, air mancur hingga Monumen Pembebasan Irian Barat setinggi 9 meter yang dapat dinikmati siapa saja.

Tapi taukah Anda, pada abad-19 kondisi Lapangan Banteng tak seperti sekarang. Dikutip dari buku brjudul The Origin of The Place Names in Jakarta atau Asal-usul Nama Tempat di Jakarta karya Rachmat Ruchiat, anya kalangan elit kota Batavia yang kerap mengunjungi kawasan ini.

Dalam bukunya Rachmat berkisah, pada waktu J.P. Coen membangun kota Batavia di dekat muara Ci Liwung, daerah sekitar Lapangan Banteng masih berupa hutan belantara yang dikelilingi rawa-rawa.

Kemudian pada tahun 1632, lapangan tersebut menjadi milik secara resmi oleh seorang tuan tanah bernama Anthony Paviljoen. Menurut informasi yang dihimpun KompasTravel, tak hanya kawasan Lapangan Banteng, saat itu Anthony Paviljoen juga menjadi pemilik tanah yang kini telah dibangun menjadi Stasiun Gambir.

Seorang pengunjung menyaksikan lampu taman yang sedang menyala dan air mancur di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018)STANLY RAVEL Seorang pengunjung menyaksikan lampu taman yang sedang menyala dan air mancur di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018)
“Diinspirasi dari nama pemiliknya, lapangan (Lapangan Banteng) itu dikenal dengan sebutan Paviljoensveld atau Lapangan Paviljoen Jr. Agaknya pemilik kawasan itu lebih suka menyewakannya kepada orang-orang Cina yang menanaminya dengan tebu dan sayur-mayur,” sebut Rachmat dalam bukunya.

Setelah Anthony Pavijoen, kepemilikan Lapangan Banteng berpindah-pindah. Mulai dari Anggota Dewan Hindia bernama Cornelis Chastelin, Justinus Vinck, hingga Gubernur Jenderal van der Parra.

Pada awal abad ke-19 Lapangan Banteng yang saat itu diberi nama Weltevreden kian berkembang. Gedung-gedung mulai dibangun di sekitar kawsan tersebut yang membuat tampilanya menjadi lebih elite.

Tak hanya gedung-gedung, di sekitar Lapangan Banteng juga dibangun tangsi pasukan infanteri hingga berbagai gudang senjata lainnya yang tersebar sampai Taman Pejambon yang terletak di belakang kantor Kementerian Keuangan kini.

“Pada pertengahan abad ke-19 Lapangan Banteng menjadi tempat berkumpulnya golongan elite Kota Batavia (nama yang diberikan belanda pada koloni dagang yang ini berkembang menjadi Jakarta),” sebut Rachmat dalam bukunya.

Setiap Sabtu sore sampai malam, golongan elite Batavia akan berkumpul dan bersama-sama mendengarkan musik militer di Lapangan Banteng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com