Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gunung Api Paricutin yang Tumbuh di Ladang Jagung

Kompas.com - 16/05/2019, 21:07 WIB
Anggara Wikan Prasetya,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kebanyakan gunung api di seluruh dunia terbentuk pada masa lampau. Gunung Merapi menjadi contohnya di Indonesia, yang tercipta sekitar 700.000 tahun yang lalu.

Namun, ada pula gunung api yang tercipta belum begitu lama. Gunung api itu adalah Paricutin yang berada di Negara Bagian Michoacan, Meksiko. Usia Gunung Paricutin bahkan belum mencapai 100 tahun karena baru terbentuk pada tahun 1943.

Baca juga: Keajaiban Alam Pegunungan Pelangi Ternyata Juga Ada di Peru

Fenomena itu menjadikan Gunung Paricutin sebagai gunung api termuda di dunia. Gunung setinggi 424 meter ini juga menjadi fenomena alam unik di mana proses terbentuknya gunung api bisa disaksikan langsung.

Gunung Api Paricutin berjarak sekitar 461 kilometer dari Mexico City dengan waktu tempuh kurang-lebih tujuh jam. Kota terdekat dari gunung ini adalah Angahuan.

Tumbuh di ladang jagung

Sebelum tanggal 20 Februari 1943, Gunung Paricutin belum ada. Paricutin masih merupakan nama sebuah desa. Namun, berminggu-minggu sebelum tanggal itu, penduduk desa telah merasakan getaran dan gemuruh dari dalam bumi.

Dilansir dari Amusingplanet, pada tanggal 20 Februari 1943 seorang petani bernama Dionisio Pulido bersama istrinya, Paula sedang membakar semak di ladang jagung mereka. Saat itulah mereka melihat gundukan tanah dengan retakan celah sekitar dua meter.

Baca juga: Keajaiban Kubah dan Gletser Garam yang Menakjubkan di Iran

Asap yang mengepul disertai suara mendesis muncul dari celah itu. Mereka juga mencium bau belerang yang seperti telur busuk. Petani itu ketakutan dan segera melarikan diri. Mereka tidak tahu jika yang dilihatnya adalah proses kelahiran gunung api.

Keesokan harinya saat fajar, Dionisio bersama beberapa warga desa mengecek fenomena aneh itu. Ternyata gundukan itu telah tumbuh dengan asap dan batu yang terlontar ke langit. Beberapa hari kemudian, gundukan itu sudah setinggi 50 meter.

Dalam waktu seminggu, gunung itu sudah tumbuh sekitar 100 meter. Lava pun mulai mengalir di wilayah sekitarnya. Pada Bulan Maret, letusan semakin kuat dengan kolom asap mencapai beberapa kilometer.

Baca juga: 5 Fenomena Alam Paling Memukau di Dunia

Gunung itu meletus secara intensif di tahun pertamanya. Hal itu membuat masyarakat sekitarnya di Desa Paricutin dan San Juan Parangaricutiro tak lagi aman untuk tetap tinggal dan harus dievakuasi.

Hancurkan dua desa

Pada Bulan Agustus 1944 sebagian besar dua desa tersebut telah dipenuhi lava dan abu. Namun, tidak ada yang tewas akibat lava dan abu karena evakuasi berjalan tepat waktu. Meski demikian, dilaporkan tiga orang tewas terkena petir yang terkait dengan letusan.

Sembilan tahun berikutnya, gunung api ini terus meletus dengan didominasi letusan lava yang relatif tenang, namun mampu menghanguskan sekitar 25 kilometer persegi area sekitarnya.

Reruntuhan desa saat terbentuknya Gunung Api Paricutin di Meksiko.Shutterstock Reruntuhan desa saat terbentuknya Gunung Api Paricutin di Meksiko.

Tahun 1952, letusan Gunung Paricutin berhenti. Diyakini Paricutin merupakan gunung api monegenetik. Itu berarti ia tidak akan meletus lagi atau menjadi gunung api mati.

Kini kawasan desa yang terkubur oleh aliran lava menjadi obyek wisata yang menarik. Reruntuhan desa itu tidak sepenuhnya hancur ditelan lava. Bagian gunung, yakni Cinder Cone dan gereja yang setengah terkubur menjadi populer di kalangan wisatawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com