Share this page

Mengenal Lebih Jauh Tradisi Khas Keraton Surakarta, Kirab Kebo Bule

Kompas.com - 10/Jul/2019 , 14:42 WIB

Mengenal Lebih Jauh Tradisi Khas Keraton Surakarta, Kirab Kebo Bule

KOMPAS.com - Keraton Kasunanan Surakarta memiliki tradisi istimewa untuk menyambut Tahun Baru Hijriyah, atau yang bagi masyarakat Jawa lebih dikenal dengan Malam Satu Sura.

Di sana digelarlah kirab pusaka. Istimewanya, iring-iringan kirab diawali dengan barisan kerbau bule atau biasa disebut kebo bule sebagai cucuk lampah atau pembuka iringan.

Seluruh anggota keluarga dan bagian keraton terlibat dalam tradisi Malam Satu Suro. Mulai daripara pangeran dan keluarga raja, hingga ribuan abdi dalem.

Mereka menyiapkan segala ubo rampe atau keperluan kirab. Dari ubi-ubian, kopi, buah-buahan, nasi, air kembang, ayam, juga membakar kemenyan dan dupa di depan sesaji itu.

Abdi dalem keraton memakai busana adat Jawa berwarna hitam. Mereka tak mengenakan alas kaki untuk melakoni kirab tersebut.

Kerbau keramat pembawa berkat

Kerbau merupakan bagian penting dalam tata cara adat masyarakat tradisional Jawa. Kerbau sangat berkaitan erat dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk alat transportasi juga membajak sawah.

Tak hanya itu, kerbau memiliki makna simbolis dari beberapa leluhur keluarga keraton.

“Untuk makna simbolis dari beberapa leluhur keluarga keraton itu misalnya Kebo Kenongo, Kebo Kanigoro, dan lainnya. Kerbau selalu dekat dengan budaya Jawa. Kalau di keraton itu ada wilujengan nagari mahesa lawung, dan lainnya,” ujar Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Dipo.

Keraton Surakarta memliki 17 ekor kebo bule. Akan tetapi, tak semua kerbau akan mengikuti kirab.

Kirab kebo bule keraton diawali dari halaman keraton. Kerbau-kerbau diiringi pawangnya yang mengenakan pakaian putih, celana hitam, ikat kepala, samir, summing gajah ngoling berupa rangkaian bunga melati yang dipasang di atas telinga.

Pada halaman keraton, kerbau-kerbau yang dianggap keramat tersebut memakan sesaji hingga meminum kopi yang dihidangkan abdi dalem.

Usai memakan sesaji, rombongan kebo bule sebagai cucuk lampah atau pembuka kirab itu kemudian pergi.

Begitu para kerbau itu pergi, tanpa dikomando warga langsung merangsek maju untuk memperebutkan sisa sesaji kerbau keturunan Kyai Slamet. Sesaji sisa kebo bule itu diyakini memiliki tuah.

Kartini, abdi dalem keraton asal Purwodadi sangat gembira karena berhasil mendapatkan sisa sesaji kebo bule, yakni kinang atau sirih.

Baginya mendapatkan sisa sesaji kebo bule bagaikan sebuah anugerah.

"Jangan setengah-setengah, kalau yakin benar barang ini bisa menjadi berkah. Seperti mendapatkan keselamatan, kelancaran rezeki, sehat, dan umur panjang. Ini yang ngasih tadi keponakan sinuhun," katanya.

Meskipun telah mendapatkan kinang, ia sejatinya ingin sekali mendapatkan kotoran kebo bule keturunan Kyai Slamet itu. Kotoran kebo bule diyakini memiliki tuah yang kuat.

"Apalagi kalau bisa dapat telek (kotoran kerbau). Kalau dapat, teleknya itu langsung dijemur biar kering, setelah itu disimpan. Nanti telek itu dibungkus kain mori," jelasnya.

Kirab kebo bule merupakan cucuk lampah atau pembuka kirab pusaka Malam Satu Suro. Begitu kerbau berlalu, iringan pusaka pun keluar.

Barisan paling depan merupakan pusaka utama yang dibawa oleh para sentana dan abdi dalem. Belasan pusaka yang dibawa para sentana dan abdi dalem itu dibungkus dengan kain berwana hitam lengkap dengan hiasan bunga melati. Rute kirab pusaka itu diawali dari Keraton Kasunanan Surakarta menyusuri jalan-jalan utama kota Solo.

Pelaksanaan kirab Malam Satu Sura dilakukan berdasar penghitungan kalender Sinuhun Sultan Agung yang merupakan gabungan kalender Hijriyah dan Saka.

Baca juga artikel seru lainnya tentang Jawa Tengah berikut ini:

Brown Canyon, Kemegahan Tebing dan Tonggak Batu Gersang

Mengenal Candi Mendut, Lebih Tua dari Candi Borobudur

Solo, Kota Wisata Sejarah dan Budaya

 Informasi yang lain bisa juga didapatkan melalui laman Pesona Indonesia.

KOMENTAR

Lihat Keajaiban Lainnya