Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan-jalan Sambil Belajar Sejarah Bersama "Soerakarta Walking Tour"

Kompas.com - 15/07/2019, 17:02 WIB
Rosiana Haryanti,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Banyak cara belajar sejarah. Ada yang senang melakukannya dengan membaca buku, ada pula yang belajar dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat bersejarah.

Kini, banyak komunitas yang menawarkan pembelajaran sejarah dengan cara berbeda.

Di Kota Solo, ada beberapa komunitas sejarah. Salah satunya adalah "Soerakarta Walking Tour".

Komunitas ini mengajak para peserta untuk mengenalkan bangunan maupun kawasan dengan cara yang lebih mudah dipahami.

Para peserta Soerakarta Walking Tour mendengarkan paparan dari storyteller, Sabtu (13/7/2019)KOMPAS.com/ROSIANA HARYANTI Para peserta Soerakarta Walking Tour mendengarkan paparan dari storyteller, Sabtu (13/7/2019)
Salah satu anggota dan pencerita, Bowny Prabowo, mengisahkan, awalnya komunitas ini terbentuk dengan nama Blusukan Solo pada 2012.

Ketika rangkaian penyelenggaraan pemilihan presiden berlangsung pada 2014, nama komunitas akhirnya diubah menjadi Laku Lampah.

"Karena pada waktu itu jargonnya salah satu paslon adalah blusukan, kami enggak mau dipolitisasi terus kami berganti nama menjadi Laku Lampah," ucap Bowny kepada Kompas.com, Sabtu (13/7/2019).

Setelah berubah nama, format juga berganti. Bowny mengatakan, Laku Lampah lebih menitikberatkan pada jalan-jalan ke destinasi sejarah yang cukup panjang.

Salah satu sudut bangunan bersejarah yang kini jadi SMPN 15 Surakarta, Sabtu (13/7/2019)KOMPAS.com/ROSIANA HARYANTI Salah satu sudut bangunan bersejarah yang kini jadi SMPN 15 Surakarta, Sabtu (13/7/2019)
Perjalanan biasanya dilakukan sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 14.00 atau 15.00 WIB.

"Kami mencoba membuat inovasi bagaimana caranya supaya lebih menarik dan lebih kreatif, lebih bisa diterima, lebih fun, lebih light daripada Laku Lampah. Maka kami bikin Soerakarta Walking Tour pada 2017," kata Bowny.

Untuk format ini, Bowny mengatakan, Soerakarta Walking Tour mengajak pesertanya untuk mengenal beragam destinasi sejarah di suatu kawasan dengan peserta yang dibatasi maksimal 40 sampai 50 orang.

Pembatasan jumlah peserta dilakukan guna menjaga agar pemaparan cerita lebih efektif.

Sementara, untuk destinasi, dalam satu kali sesi terdapat 4 hingga 5 obyek yang biasanya berada dalam satu kawasan.

Selain per kawasan, penentuan destinasi perjalanan juga dilakukan sesuai tema. Misalnya, tema mengenal aksara jawa, maka destinasi yang didatangi berupa tempat-tempat yang masih kental dengan tulisan jawa.

Salah satu ruangan di SMPN 15 Surakarta, Sabtu (13/7/2019)KOMPAS.com/ROSIANA HARYANTI Salah satu ruangan di SMPN 15 Surakarta, Sabtu (13/7/2019)
Ada pula tema arsitektur yang mengajak peserta mengenal arsitektur lampau di beberapa bangunan.

Para pencerita juga memiliki latar belakang maupun ketertarikan di bidang sejarah dan bangunan-bangunan tua.

Untuk materi, Bowny mengatakan, para storyteller atau pencerita mengambil bahan dari jurnal maupun penelitian.

Meski demikian, setiap pencerita berusaha untuk menyampaikan paparannya dengan cara yang lebih mudah dipahami.

"Bukan menggurui, penyampaian kami edukatif, secara fun, tapi tidak teralu akademik, dan mudah diterima juga," ujar Bowny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com