Share this page

Apen Beyeren, Ritual Injak Batu Panas di Festival Biak Munara Wampasi

Kompas.com - 24/Jul/2019 , 19:31 WIB

Apen Beyeren, Ritual Injak Batu Panas di Festival Biak Munara Wampasi

KOMPAS.com -  Satu tahun lalu, Festival Biak Munara Wampasi 2018, menjadi sorotan. Tak semua rangkaian acaranya, salah satunya karena ada ritual Apen Beyeren.

Ritual itu adalah satu dari sekian ritual adat dalam budaya masyarakat Kabupaten Biak Numfor.  Secara bebas Apen Beyeren dapat diartikan sebagai prosesi berjalan di atas batu panas.

Asal mulanya ritual ini berakar dari tradisi Barapen. Tradisi bakar batu untuk keperluan  memasak yang dilakukan warga kampung ketika ada acara upacara adat ataupun syukuran.

Dari sanalah kemudian berkembang menjadi Apen Beyeren.  Sejatinya ritual ini khusus diselenggarakan untuk penghormatan terhadap seseorang ataupun tokoh adat. 

Ritual yang berlangsung di samping Museum Cenderawasih, di pusat kota Biak itu memakan waktu cukup lama, karena memang batu harus dalam keaadaan panas betul.

Batu yang digunakan adalah batu karang, yang kemudian disusun berselang-seling dengan kayu. Kemudian dibakar selama kurang lebih empat jam.

Menjelang senja, para pelaku ritual yang berasal dari kelompok Apen Beyeren Adoki dari Distrik Yendidori, memulai aksinya. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan, bahkan di antaranya sudah berusia senja.

Mereka mengenakan pakaian adat, mulai membongkar susunan batu. Satu per satu, kayu bakar yang ada disingkirkan dan kemudian batu-batu diratakan.

Tidak lama dari itu, tabuhan tifa bergaung mengiringi tarian Wor Beyusser yang dibawakan anak-anak Biak, menandakan dimulainya ritual Apen Beyeren. 

Apen Bayeren, ritual menginjak batu panas dengan kaki telanjang.https://pesona.travel Apen Bayeren, ritual menginjak batu panas dengan kaki telanjang.

 

Mereka melakukan tarian sambil bernyanyi mengitari batu panas dan kemudian duduk mengitari batu panas, yang sebagian membara merah.

Mereka melantunkan pujian-pujian kepada Tuhan. Mantra ini dinamakan Neno-neno. Ritual ini menimbulkan suasana magis, namun juga terasa eksotis.

Sebelum melewati batu panas, kaki para pelaku ritual dioleskan semacam minyak.

"Ini dibuat dari daun Sindia. Dengan mengoleskannya , telapak kaki tidak akan melepuh ketika melewati batu panas," ujar salah satu dari mereka. 

Seiring semakin cepatnya tempo tabuhan tifa dan nyanyian pujian, satu demi satu mereka mulai melintasi batu panas.

Dimulai dengan Plt Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, yang didaulat Alveres Yapen, Koordinator Grup Apen Beyeren sebagai simbol dimulainya ritual. Tua, muda, laki-laki, dan perempuan, bahkan anak-anak ikut melintasi batu panas tersebut.

"Apen Beyeren merupakan kearifan budaya lokal. Tidak sembarang orang bisa melakukan ini, hati dan pikiran harus bersih," ujar Herry dalam pidatonya.

"Ini menjadi keunggulan pariwisata Biak yang tidak dimiliki oleh daerah lain," tambahnya.

Jika di cermati, Apen Beyeren tidak hanya sekadar atraksi. Namun di dalamnya terkandung nilai-nilai historis dan juga sebagai sebuah bentuk keseimbangan antara manusia , alam, dan nilai-nilai budaya leluhur.

Baca juga artikel seru lainnya dari Papua berikut:

Kerajinan Kulit Kerang, Oleh-oleh Khas Biak

Raja Tiga, Pantai Murah Meriah di Biak

Epiknya Pecahan Ombak dan Batu di Utara Biak

Budaya Indonesia tak ada habisnya. Cari informasinya dan dalami lewat kisah-kisah pada laman Pesona Indonesia.

KOMENTAR

Lihat Keajaiban Lainnya