JAKARTA, KOMPAS.com - Tempat wisata dan kafe Instagramable menjadi sorotan netizen di Twitter. Sebuah twitt dari @rizkidwika tentang tempat wisata Instagramable berujung norak menuai perdebatan di kalangan netizen.
Baca juga: Viral Netizen Berdebat Soal Tempat Wisata Instagramable yang Menjamur
Sampai saat ini, Selasa (29/10/2019) sudah ada 19.900 retwitt dan 20.000 like atas twitt tersebut.
Harga-harga kafe makin nggak keruan.
Kampung kota jadi warna-warni unfaedah dan warnanya menyakitkan.
Tempat wisata jadi berorientasi "ala-ala", terkadang tanpa referensi yang oke, dan akhirnya berujung kenorakan.kata "instagrammable" ini racun seracun-racunnya dalam kehidupan.
— Dw (@rizkidwika) October 22, 2019
Tempat wisata, foto, dan media sosial rasanya tidak bisa dipisahkan dari liburan generasi milenial. Kompas.com mencoba bertanya kepada generasi milenial perihal fenomena tempat wisata Instagramable ini.
"Menolak dengan keras. Gue jadi nggak ngerti esensi berwisata yang sebenarnya," kata Tri Wahyuni (27) dihubungi Kompas.com, Selasa (29/10/2019).
Berbeda dengan Tri, Atiti Setyaning (22) setuju dengan kehadiran tempat wisata Instagramable.
"Kalau menurut aku wisata Instagramable itu sah-sah aja, misalnya coffee shop yang selalu punya spot khusus untuk pengunjungnya foto, buat di upload di Instagram, itu sah aja. Selama coffee shop itu bermanfaat," kata Atiti
Baca juga: Bagai Berfoto di Lautan Awan Saat ke Bukit Panguk Bantul
Atiti juga setuju jika eco wisata dijadikan tempat Instagrammable, dengan syarat tidak merusak alam. Ia memberi contoh Kalibiru, Yogyakarta.
"Itu juga meningkatkan ekonomi masyarakat kan, tetapi pengelolaannya juga harus dijaga jangan sampai alam rusak," kata Atiti.
Ada juga Satria (21) yang mengatakan ia pribadi sebenarnya tidak cocok dengan tempat wisata Instagramable, tetapi menurutnya tempat wisata ini hadir karena ada permintaan.
"Mungkin untuk masyarakat tertentu wisata seperti ini terkesan "norak". Cuma mungkin untuk beberapa masyarakat lain, wisata ini opsional terbaik yang mereka punya. Kalau memang ini selera mereka, biarkan saja. Mungkin mereka tidak merasakan apa yang beberapa orang rasakan," jelas Satria.
Baca juga: 10 Desa Wisata, Buat Kamu yang Jenuh dengan Wisata Instagramable
Generasi milenial lain yang setuju dengan tempat wisata Instagramable adalah Chia (21), asalkan dikelola dengan baik dan tidak merusak lingkungan.
"Wisata Intagramable banyak kan, ada yang memang tersruktur fotogenik kesan estetis, ada yang ngejreng dengan warna dan tulisan gombal, kalau hal itu kan balik ke selera pasar, yang nge-define (memengaruhi) selera kan masalah pergaulan juga," jelas Chia.
Havid (25) mengaku bingung dan serba salah menjawab persoalan ini.
Di satu sisi ia berkata sadar tempat wisata Instagramable mendukung perekonomian warga sekitar. Di satu sisi ia merasa keaslian dari suatu tempat jadi berkurang, dan umumnya jadi jorok karena dikunjungi banyak orang.
Baca juga: 4 Desa Wisata Indonesia Masuk 100 Besar Destinasi Berkelanjutan Dunia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.