Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Gereja Berusia 271 Tahun di Jakarta Utara, Gereja Tugu

Kompas.com - 04/11/2019, 17:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Berkunjung ke Kampung Tugu, belum lengkap bila tak mengunjungi Gereja Tugu. Gereja yang kini bernama Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Tugu ini merupakan peninggalan Portugis yang masih tersisa di Kampung Tugu, Semper, Jakarta Utara.

Berdiri kokoh dan terlihat seperti bangunan Eropa, semakin menambah kesan historis. 

Gereja ini merupakan pemberian tuan tanah Belanda, Justinus van der Vinch. Ia juga terkenal sebagai tuan tanah di Cilincing pada zaman kolonial Belanda. 

Gereja Tugu yang didominasi warna merah ini dibangun pada tahun 1747 dan diresmikan pada 1748.

Tepat di samping gereja, terdapat pemakaman masyarakat Kampung TuguUsut punya usut lahan pemakaman juga diberikan Vinch kepada Kampung Tugu. Terdapat makam tertua dari salah satu pendeta dan makam leluhur dari keluarga Andries.

Baca juga: Ragam Kuliner di Rumah Penyembah Pedas: Nasi Kapau Paling Diburu!

Menurut penasihat dan pengurus GPIB Tugu atau Gereja Tugu, Aprelo Formes, gereja ini telah dibangun dan berpindah tiga kali.

“Lokasinya dulu gak di sini, adanya di dekat Gereja Katolik Salib Suci. Karena hancur, lalu dibangun lagi tahun 1740, gereja kedua dirusak oleh pemberontakan China, ini jadinya gereja ketiga,” ujar Aprelo Formes penasihat dan pengurus Gereja Tugu kepada Kompas.com, Minggu (3/11/2019).

Pantauan Kompas.com, kiri kanan bagian dalam gereja terisi dengan jendela-jendela besar bergaya Eropa.  Sementara di depan bangunan gereja, terdapat empat tiang penyangga. 

Aprelo mengatakan beberapa pilar di gereja ini masih asli sejak didirikan pada tahun 1748.

“Jendela, atap, mimbar semua masih asli, jadi sudah 271 tahun, hari ini kita peringati hari jadi gedung gereja. Inilah masih berdiri sampai sekarang,” ujar Aprelo.

Baca juga: Menelusuri Kampung Tugu, Jejak Portugis di Utara Jakarta

Interior dalam Gereja Tugu yang masih dipertahankan sejak awal berdiri tahun 1748, masih bergaya arsitek Eropa.Nicholas Ryan Aditya Interior dalam Gereja Tugu yang masih dipertahankan sejak awal berdiri tahun 1748, masih bergaya arsitek Eropa.
Aprelo menjelaskan, keunikan Gereja Tugu terletak di bagian atapnya yang bentuknya runcing. Hal ini didasarkan pada letak surga yang berada di langit.

Selain itu, terdapat Sungai Cakung yang menghadap depan gereja. Aprelo mengatakan dulu sungai itu kerap dipakai sebagai moda transportasi orang Portugis. Namun kini, sungai tersebut terkesan kotor dan sudah tak bisa dilalui oleh perahu lagi.

Gereja Tugu resmi menjadi cagar budaya sejak tahun 1970an. Saat itu diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.

“Dengan resminya Gereja Tugu sebagai cagar budaya, ini menjadi suatu bentuk benda yang dilindungi, benda cagar budaya ini,” katanya.

Gereja Tugu (GPIB Tugu) di Kampung Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Sabtu (17/10/2015). Gereja Tugu dan lonceng (slavenbel) yang dibuat pada abad ke-17 merupakan peninggalan Portugis yang masih tersisa di Kampung Tugu.KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE Gereja Tugu (GPIB Tugu) di Kampung Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Sabtu (17/10/2015). Gereja Tugu dan lonceng (slavenbel) yang dibuat pada abad ke-17 merupakan peninggalan Portugis yang masih tersisa di Kampung Tugu.

Komunitas Kampung Tugu memang didominasi oleh masyarakat yang beragama Kristen Protestan. Selain itu, kampung ini juga dikenal dengan Kampung Betawi Kristen karena berasal dari keturunan Portugis.

Masyarakat Kampung Tugu hidup membaur dengan warga lokal selama lebih dari 300 tahun. Maka dari itu, kampung ini juga dijuluki sebagai kampung toleransi karena terdiri dari beragam suku, seperti Ambon, Betawi, Sunda, Jawa, Batak, dan masih banyak lagi.

Kini, keluarga besar Kampung Tugu keturunan Portugis yang masih hidup merupakan generasi kedelapan.

Kondisi Sungai Cakung kini kotor dan bau, padahal dulu sungai ini menjadi moda transportasi masyarakat Kampung Tugu, Jakarta Utara.Nicholas Ryan Aditya Kondisi Sungai Cakung kini kotor dan bau, padahal dulu sungai ini menjadi moda transportasi masyarakat Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Menurut Aprelo, tercatat sekitar 200 Kepala Keluarga yang masih tinggal di Kampung Tugu. 

"Jadi tinggal 6 fams (marga) besar yang masih ada di sini, selain Michiels ada Cornelis, ada Abraham, ada Andries, ada Quiko, dan ada Browne. Dari dulu kita hanya di sekitar sini aja tinggal, tapi sekarang udah banyak menyebar ada di Jabodetabek lah, tetapi yang masih sisa sekitar 200 KK di sini," ujarnya.

Baca juga: Terbukti... Jakarta Utara Bukan Cuma Punya Wisata Air!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com