Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Diburu untuk Makan, Trenggiling Terancam Punah

Kompas.com - 09/02/2020, 19:25 WIB
Nabilla Ramadhian,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa makanan di China cenderung menggunakan hewan liar sebagai bahan utamanya. Mulai dari pemanfaatan cula badak, otak monyet, hingga tulang dan penis macan.

Meski begitu, hewan liar yang kerap digunakan adalah trenggiling. Hewan tersebut terkenal akan sisiknya yang kerap dijadikan sebagai bahan makanan oleh masyarakat China karena dipercaya memiliki beberapa manfaat kesehatan.

Baca juga: Trenggeling Diduga Penyebar Virus Corona, Mengapa Orang China Makan Trenggiling?

Mengutip buku “Poached: Inside the Dark World of Wildlife Trafficking” yang ditulis oleh Rachel Love Nuwer terbitan Hachett UK, permintaan akan trenggiling cukup tinggi.

Trenggiling memiliki peran yang cukup penting dalam dunia medis pengobatan tradisional China.

Setidaknya hampir 500 resep obat tradisional China memerlukan sisik, kulit, daging, hingga darah trenggiling. Keberadaan resep-resep tersebut bahkan sudah ada sejak beberapa abad yang lalu.

Dalam tulisan “Compendium of Materia Medica” yang ditulis oleh Li Shih-chen di tahun 1597, sisik trenggiling digunakan untuk mengobati kecemasan dan keributan anak-anak di malam hari.

Selain itu, kelumpuhan tangan dan kaki, gigitan serangga dan malaria, bahkan kerasukan iblis juga dikatakan dapat disembuhkan melalui obat tradisional yang dibuat dari sisik trenggiling.

Baca juga: Tradisi Makan Trenggiling sampai Cula Badak, Ini Alasannya

Beberapa praktisi obat tradisional turut mengatakan bahwa sisik trenggiling mampu meningkatkan potensi seksual para pria dan mengatur menstruasi wanita.

Sisik trenggiling juga dipercaya dapat membuat manusia terhindar dari ketidaksuburan, melancarkan ASI, dan mengobati kanker payudara.

Sementara untuk kegunaan trenggiling selain sisiknya dinyatakan dapat menyembuhkan anorexia, nyeri tubuh, membersihkan infeksi kulit, dan meningkatkan peredaran darah.

Perburuan membuat trenggiling hampir punah

Kesukaan masyarakat China akan trenggiling lantas membuat hewan tersebut terancam punah. Melansir CGTN America, Minggu (9/2/2020), trenggiling adalah mamalia nokturnal yang hidup di area tropis seperti Afrika dan Asia.

Menurut International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) Pangolin Specialist Group, hewan tersebut merupakan salah satu hewan mamalia yang paling sering diperdagangkan secara ilegal.

Baca juga: Mengenal Trenggiling, Hewan Langka yang Dituduh Penyebar Virus Corona

Lebih dari satu juta trenggiling dipercaya telah diambil secara ilegal dari alam liar selama satu dekade terakhir. Bahkan, delapan dari spesies trenggiling berada dalam daftar Red List of Threatened Species milik IUCN.

Beberapa di antaranya adalah Manis pentadactyla (trenggiling China) dan Manis javanica (trenggiling Sunda atau Malayan) yang memiliki status Critically Endangered, dan Manis culionensis (trenggiling Filipina) dan Manis crassicaudata (trenggiling berbuntut tebal) yang memiliki status Endangered.

Pemerintah di China dan beberapa negara lain kian marak melakukan patroli akan penyelundupan trenggiling secara ilegal. Terlebih lagi di China, sebab hewan tersebut merupakan spesies kelas dua yang dilindungi oleh negara.

Selain melalui pemerintah, ada juga upaya dari beberapa kelompok yang menyuarakan hak-hak hewan di seluruh dunia yang turut berpartisipasi dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap keadaan trenggiling.

Oleh karena itu, terciptalah World Pangolin Day yang dirayakan setiap hari Sabtu ketiga di bulan Februari. Apabila kamu ingin berpartisipasi, World Pangolin Day tahun 2020 akan dirayakan pada 15 Februari mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com