Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Jawa Tengah Dorong Desa Wisata Jadi "Borobudur Baru"

Kompas.com - 29/02/2020, 21:07 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Jawa Tengah Sinoeng Noegroho mengatakan bahwa konsep desa wisata akan dijadikan destinasi “Borobudur baru" di Jawa Tengah.

Menurut Sinoeng, agar Candi Borobudur menjadi inti destinasi wisata di Indonesia, maka diperlukan sistem pendukung yang kuat di sekitarnya. 

Hal ini untuk meningkatkan periode tinggal wisatawan yang berkunjung ke Borobudur. 

“Setelah Borobudur lantas lanjut wisata ke mana? Bisa dengan menciptakan 'Borobudur baru' dengan destinasi yang menawarkan hal yang luar biasa. Itu bisa didapat dari desa wisata,” ujar Sinoeng dalam acara forum pariwisata Quality Tourist, Super Quality Destinations, Wonderful Indonesia di MarkPlus Main Campus EightyEight, Jakarta, Jumat (28/2/2020).

Baca juga: 10 Desa Wisata, Buat Kamu yang Jenuh dengan Wisata Instagramable

Sejauh ini, terdapat sekitar 353 desa wisata di sekitar Jawa Tengah.

Jumlah tersebut mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya 229 desa wisata dari total 7.800 desa di Jawa Tengah.

Target di akhir periode Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah memiliki 500 desa wisata.

Untuk bisa membangun desa wisata yang baik, Sinoeng mengatakan tak bisa melepaskannya dari faktor kultural.

Faktor kultural yang dimaksud adalah pola kehidupan masyarakat di desa tersebut bisa membentuk atraksi unik untuk menarik wisatawan. 

“Jadi tidak hanya mengandalkan faktor sosial saja tapi harus ada kultural juga. Kalau perlu ditambah dengan spiritual," jelas Sinoeng. 

VW Tour Borobudur melewati beberapa desa wisata di sekitar Candi Borobudur.KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI VW Tour Borobudur melewati beberapa desa wisata di sekitar Candi Borobudur.

Sinoeng mengatakan penting untuk membuat wisata berkelanjutan. Salah satunya dengan cara memilih atraksi desa wisata yang beragam.

Pola di banyak desa wisata saat ini adalah menjual hal yang sama. Misalnya, desa yang satu unggul sebagai sentra penjualan jaket kulit, lalu desa lain di sekitarnya juga ikut menjual jaket kulit.

“Jangan seperti itu. Sebaiknya jika satu desa itu ada potensi, harus tengok kiri kanan. Ada enggak yang punya potensi sama? Kalau sudah ada, ya jangan,” tutur Sinoeng.

Baca juga: 4 Desa Wisata Indonesia Mendunia, Yuk Simak Aktivitas Seru di Sana

“Karena kalau kita melakukan sesuatu yang sama dengan tetangga kita, itu artinya kita melakukan bunuh diri ekonomi,” lanjutnya.

Ia menjelaskan pasar akan mudah jenuh jika atraksi desa wisata satu dengan yang lain serupa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com