BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif

Mengenal Noken, Tas Tradisional Papua Warisan Budaya UNESCO yang Jadi Suvenir PON XX

Kompas.com - 06/10/2021, 15:11 WIB
Hotria Mariana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pekan Olahraga Nasional ke-20 (PON XX) tengah berlangsung di Papua, mulai Sabtu (2/10/2021) hingga Jumat (15/10/2021). Di ajang olahraga empat tahunan ini, ribuan atlet dari seluruh provinsi di Indonesia tengah berjuang merebut medali emas, perak, dan perunggu.

Adapun pihak penyelenggara menetapkan empat wilayah sebagai tuan rumah PON XX, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Mimika.

Upacara pembukaan PON XX sendiri digelar dengan meriah. Hal ini terlihat dari ragam suguhan atraksi kesenian serta penampilan musisi dan artis, baik lokal maupun nasional. Selain itu, ada pula pesta kembang api dan gemerlap cahaya warna-warni dari kaldron Stadion Lukas Enembe yang menjadi lokasi pembukaan PON XX.

Di balik ingar bingar pesta olahraga tersebut, ada satu hal yang mencuri perhatian, yaitu tanda mata resmi yang diberikan kepada atlet beserta ofisial tim. Tanda mata itu berupa noken.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, noken merupakan ikon kearifan lokal Papua. Kerajinan tas tradisional ini juga telah ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya nonbenda pada 4 Desember 2012.

Merchandise tersebut pun menjadi perwujudan dari kolaborasi penyelenggara PON dengan mama-mama Papua. Mereka diberikan tempat untuk menjual noken Papua,” ujarnya dalam pemberitaan Kompas.com, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Eksplorasi Misool, Surga Dunia di Timur Indonesia

Noken sarat akan nilai-nilai luhur.Indonesia Travel Noken sarat akan nilai-nilai luhur.

Menyimpan nilai-nilai luhur

Menurut buku Perhiasan Tradisional Indonesia (2000) karya Muhammad Husni dan Tiarma Rita Siregar, masyarakat Papua memfungsikan noken sebagai tempat menyimpan dan membawa bahan makanan. Selain itu, noken juga difungsikan sebagai gendongan bayi.

Namun, jika ditilik lebih dalam, tas yang kerap dipakai dengan cara disangkutkan di dahi atau digendong seperti memakai tas ransel itu ternyata kaya akan nilai luhur.

Dihimpun dari berbagai sumber, noken merupakan simbol kedewasaan bagi perempuan Papua. Dengan kata lain, mereka yang sudah bisa membuat noken dengan baik dianggap telah dewasa dan dibolehkan untuk menikah.

Karena membuat noken merupakan keahlian yang wajib dimiliki perempuan di Papua, tak sedikit orangtua di Papua yang mengajarkan anak perempuannya menenun noken sedari kecil.

Selain itu, mengutip artikel jurnal berjudul “Fungsi, Makna, dan Eksistensi Noken sebagai Simbol Identitas Orang Papua” (2017) karya Arie Januar, bentuk noken yang mirip jaring dan transparan menjadikan tas ini sebagai lambang kejujuran masyarakat Papua, sekaligus pengingat pentingnya menghargai kepemilikan orang lain.

Berbagai sumber juga menyebutkan bahwa noken menjadi simbol perdamaian antarsuku. Hal ini dikarenakan semua suku di Papua punya kemampuan untuk membuat kerajinan tersebut. Dengan kata lain, seluruh masyarakat Bumi Cenderawasih memiliki latar belakang serupa sehingga tak ada alasan untuk bermusuhan.

Bukan itu saja, laporan ilmiah berjudul “Makna Tenun Ikat Bagi Perempuan: Studi Etnografi di Kecamatan Mollo Utara-Timur Tengah Selatan” yang disusun Asni Salviany La’a dan Sri Suwartiningsih pada 2013 menunjukkan bahwa noken juga menjadi representasi ketelitian, kesabaran, dan estetika pembuatnya yang merupakan masyarakat Papua.

Baca juga: Noken, Tas Khas Papua Simbol Kedewasaan Perempuan

Festival Lembah Baliem Wamena, Papua. Note: foto diambil sebelum pandemi Covid-19.Shutterstock/Ronaldyirfak Festival Lembah Baliem Wamena, Papua. Note: foto diambil sebelum pandemi Covid-19.

Pembuatan noken

Arkeolog Balai Arkeologi Papua Hari Suroto dalam pemberitaan Kompas.com, Jumat (2/4/2021), mengatakan bahwa pembuatan noken yang asli terbilang sulit dan memakan waktu panjang.

Pasalnya, bahan yang digunakan untuk membuat tas tersebut bukanlah tekstil, melainkan serat tanaman, seperti kulit kayu, melinjo, mahkota dewa, dan anggrek.

Proses mengubah serat tanaman jadi benang pun bukan perkara mudah karena masih menggunakan teknik manual. Benang yang sudah jadi pun harus masuk ke tahap pewarnaan dengan menggunakan bahan alami.

Pada dasarnya, setiap daerah di Papua punya cara tersendiri dalam membuat noken. Berdasarkan buku Karakteristik Tumbuhan Bahan Baku dan Pewarna Alami Noken pada Masyarakat suku Damal (2020) karangan Ishak Ryan, perajin noken yang tinggal di sekitar Raja Ampat membuat noken dari tumbuhan pesisir. Sementara, noken dari daerah Wamena terbuat dari serta kayu dan anggrek.

Begitu pula dengan bentuk. Noken dari wilayah pegunungan, misalnya, terlihat seperti kantung dan memiliki tekstur lentur mirip kain. Sementara, noken dari pesisir berpotongan kotak dan terasa kaku.

Baca juga: 5 Itinerari Wajib Saat Pelesiran ke Wakatobi

Secara ukuran, noken besar biasanya digunakan masyarakat Papua untuk menyimpan hasil kebun, kayu bakar, dan menggendong bayi. Sementara, noken berukuran kecil umumnya dipakai sebagai penyimpanan pinang, sirih, dan keperluan pribadi lain.

Sebagai warisan budaya, masyarakat Indonesia sudah seyogianya menjaga kelestarian noken. Beragam cara dapat dilakukan untuk hal ini, seperti membeli dan menggunakannya sebagai penunjang fesyen harian.

Bagi kamu yang hendak memiliki noken, kerajinan khas Papua ini dapat dibeli secara daring melalui platform #BeliKreatifLokal milik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) lewat tautan ini.

Namun, saat situasi pandemi Covid-19 telah kondusif dan kamu punya kesempatan untuk berlibur, cobalah jadikan Papua sebagai destinasi utama. Pasalnya, provinsi yang berada di ujung timur Indonesia ini diberkahi alam yang begitu menawan dan kearifan budaya lokal yang masih terjaga.

Baca juga: Kemenparekraf Percepat Bantuan Rp 2,4 Triliun bagi Pelaku Usaha Pariwisata Terdampak Covid-19

Danau Sentani. Note: foto diambil sebelum pandemi Covid-19.Dok. Indonesia Travel Danau Sentani. Note: foto diambil sebelum pandemi Covid-19.

Adapun destinasi wisata yang terkenal di Papua adalah Danau Sentani, Danau Paniai, Lembah Baliem, Pantai Harlem, dan Air Terjun Bihewa Nabire. Mengunjungi tempat-tempat tersebut akan membuat kamu tersadar bahwa berlibur #DiIndonesiaAja tak kalah seru dengan liburan ke luar negeri.

Nah, guna memberikan rasa aman ketika melakukan perjalanan nanti, jangan lupa untuk selalu patuhi protokol kesehatan (prokes) 6M.

Adapun prokes 6M terdiri dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.

Selain itu, pastikan juga kamu sudah divaksin agar terlindung dari Covid-19 dan lolos persyaratan bepergian.

Terkait PON XX, Sandi berharap, kegiatan tersebut dapat membangkitkan sektor ekonomi dan pariwisata setempat. Apalagi, Papua merupakan salah satu destinasi wisata prioritas yang tengah ditingkatkan dalam segi atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.

Baca juga: Sandiaga Uno Beberkan Capaian Kemenparekraf Sepanjang 2020, Apa Saja?

Sandi menuturkan bahwa pihaknya juga akan menyelenggarakan sejumlah festival khas Papua, yakni Festival Danau Sentani, Konser Musik Nyanyian Cendrawasih, Numbai Creative Festival, dan Festival Noken untuk mengembangkan potensi wisata Papua.

Sebagai informasi, Kemenparekraf tengah menggelar program berhadiah Pesona Punya Kuis (PUKIS) dengan total hadiah senilai jutaan rupiah.

Adapun peserta yang ingin mengikuti kuis tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu menjawab satu pertanyaan yang diberikan melalui akun Instagram @pesonaid_travel dan tag tiga orang teman.

Selain itu, Kemenparekraf juga menggelar pameran busana bertajuk "Gantari: The Final Journey to Java". Sebanyak 125 koleksi Batik tradisional hasil karya tangan perajin lokal akan ditampilkan di acara yang dilaksanakan di Candi Prambanan, Yogyakarta, ini.

Untuk diketahui, Batik juga ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya nonbenda.

Pagelaran busana Batik "Gantari: The Final Journey to Java" sendiri akan digelar pada Sabtu (9/10/2021). Dapatkan info lengkapnya di tautan ini.

 

 


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com