BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif

Dari Sekadar Penghangat hingga Jadi Simbol Budaya, Berikut Kisah tentang Ulos

Kompas.com - 15/10/2021, 15:33 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tanggal 17 Oktober 2014 menjadi hari bersejarah bagi seluruh masyarakat Sumatera Utara, khususnya suku Batak.

Pasalnya, kain tenun kebanggan mereka, yakni ulos, resmi ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia.

Tak sampai di situ, genap satu tahun kemudian, tepatnya 17 Oktober 2015, Kemendikbud menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Ulos Nasional.

Bagi suku Batak, hal tersebut merupakan momen luar biasa. Apalagi, ulos merupakan identitas budaya dan adat bagi suku Batak.

Ulos sendiri sudah menjadi bagian dari suku Batak sejak ribuan tahun. Wastra Nusantara ini juga dianggap memiliki nilai sakral dan telah menjadi falsafah hidup yang wajib dipegang teguh oleh suku Batak di tiap generasi.

Menurut konsep religius suku Batak, ulos merupakan sumber kehangatan dan perlindungan untuk seseorang dari orang yang dituakan. Nilai ini juga diperkuat dengan tahapan pembuatan ulos yang tergolong rumit dan membutuhkan keahlian khusus.

Oleh karena itu, ulos amat diberkati dan dianggap memiliki nilai keramat.

Awalnya digunakan sebagai penghangat tubuh

Keberadaan ulos sendiri awalnya hanya berfungsi untuk menghangatkan tubuh dari udara dingin.

Sebagaimana ditulis Kompas.com, Sabtu (17/10/2020), nenek moyang suku Batak tinggal di kawasan pegunungan. Mereka pun menciptakan ulos sebagai penghangat tubuh.

Adapun penciptaan ulos juga didasari oleh pandangan suku Batak terkait tiga unsur dasar kehidupan manusia, yakni darah, napas, dan panas. Darah dan napas merupakan pemberian Tuhan, tapi tidak dengan unsur panas.

Unsur panas bisa didapatkan dari paparan sinar matahari. Namun, bagi suku Batak, sinar matahari tidak cukup menghilangkan udara dingin. Dari situlah, ulos diciptakan dan dikenakan untuk menghangatkan tubuh

Seiring perkembangan zaman, fungsi ulos pun bergeser. Ulos tak lagi sekadar penghangat, tetapi menjadi simbol ikatan sayang antara seseorang dan keluarga ataupun kerabatnya.

Ulos awalnya berfungsi sebagai kain untuk menghangatkan tubuh Indonesia.travel Ulos awalnya berfungsi sebagai kain untuk menghangatkan tubuh
Hal tersebut dapat dilihat dalam ragam upacara adat yang dilakukan masyarakat Batak Toba. Ulos selalu diberikan sebagai bentuk berkat, restu, atau kasih sayang kepada anggota keluarga yang melalui fase kehidupan tertentu, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Pada momen pernikahan, misalnya, tradisi penyerahan ulos dikenal dengan nama Mangulosi. Melansir laman indonesia.go.id, Kamis (29/8/2019), Mangulosi adalah proses mengalungkan kain ulos ke pundak seseorang yang bertujuan untuk memberi perlindungan dari segala gangguan.

Tradisi Mangulosi dilakukan orang yang dituakan kepada kerabat yang memiliki partuturan atau kedudukan yang lebih rendah secara adat, seperti orangtua pada anak.

Adat kebiasaan tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadi tradisi yang tetap dilakukan masyarakat Batak Toba hingga kini.

Makna dan jenis

Secara umum, kain tenun ulos terdiri dari berbagai jenis. Masing-masing jenis memiliki makna dan fungsi tersendiri.

Misalnya, pada jenis ulos Ragi Hotang. Ulos jenis ini diartikan sebagai simbol kasih sayang.
Dalam bahasa Batak, Hotang berarti rotan. Oleh masyarakat Batak, rotan digunakan sebagai alat pengikat.

Pemberian ulos Ragi Hotang diharapkan dapat menjadi doa bagi pengantin baru untuk tetap terikat kuat dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Ada juga ulos Sadum yang didominasi warna merah dengan motif bunga dan bingkai berwarna gelap di kedua sisinya. Ulos jenis ini bermakna sebagai motivasi dalam sebuah keluarga agar selalu bahagia dan semangat dalam menjalani kehidupan.

Selanjutnya, terdapat ulos Ragidup. Ragidup sendiri merupakan akronim dari ragi hidup. Ulos ini dijadikan sebagai simbol kehidupan dan kebahagiaan dalam keturunan melalui umur yang panjang.

Sebagai informasi, pembuatan ulos Ragidup dianggap sebagai yang tersulit dibandingkan jenis ulos lainnya.

Pasalnya, ulos jenis itu memiliki tiga bagian, yakni dua sisi kain yang ditenun secara bersamaan dan bagian tengah yang ditenun secara terpisah dengan motif rumit.

Kemudian, ada ulos Ragi Huting. Diberitakan Kompas.com, Kamis (12/12/2019), dahulu ulos ini biasa digunakan oleh para gadis sebagai pakaian sehari-hari.

Para gadis menggunakan ulos Ragi Huting sebagai penutup bagian dada atau hoba-hoba dengan cara dililitkan.

Seiring waktu berjalan, pemakaian ulos Ragi Huting sudah sangat jarang ditemukan.
Selain kain ulos yang telah dijelaskan, suku Batak masih memiliki ragam jenis lainnya dengan makna dan fungsi yang berbeda-beda.

Sebagai masyarakat Indonesia, sudah sepatutnya keberadaan kain tenun khas suku Batak itu dilestarikan.

Salah satu cara untuk ikut melestarikannya, kamu bisa membeli kain ulos di platform #BeliKreatifLokal milik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Untuk diketahui, platform tersebut diciptakan untuk mendukung pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) lokal dalam memasarkan produk kerajinan.

Selain melalui platform #BeliKreatifLokal, Kemenparekraf juga telah meresmikan Kampung Ulos di Desa Silalahi, Silahisabungan, Dairi, Sumatera Utara, sebagai upaya pelestarian wastra Nusantara suku Batak. Kampung ini menjadi pusat produksi kain tenun khas asli masyarakat Toba tersebut.

Pengrajin kain tenun ulos Indonesia.travel Pengrajin kain tenun ulos
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, ulos bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan saat berkunjung ke Danau Toba, khususnya Kabupaten Dairi.

“Saya senang sekali dapat melihat langsung dan ini kebanggaan kita semua. Tuhan telah memberikan berkah kepada masyarakat berupa keahlian untuk membuat ulos. Ini adalah keahlian yang harus kita kemas untuk dapat memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi masyarakat,” ujar Sandiaga dalam laman Kemenparekraf, Sabtu (20/2/2021).

Kamu bisa mengunjungi kampung tersebut saat berwisata ke Danau Toba untuk membeli suvenir ulos. Jangan lupa, bila berkunjung nanti, tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) 6M secara ketat.

Prokes 6M terdiri dari memakai masker rangkap dua, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.

Selain itu, segera ikuti program vaksinasi yang telah dijalankan oleh pemerintah. Selain dapat melindungi diri dan orang terdekat dari Covid-19, vaksinasi juga dijadikan syarat untuk bepergian di Indonesia.

Sebagai informasi, guna menggairahkan minat masyarakat pada sektor pariwisata, saat ini, Kemenparekraf sedang mengadakan Pesona Punya Kuis (Pukis) setiap Selasa lewat akun Instagram @pesonaid_travel.

Kamu bisa mengikuti kuis ini untuk mendapatkan hadiah total jutaan rupiah untuk 20 orang pemenang.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com