Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Nilai Kehidupan di Balik "Dark Tourism"

Kompas.com - 09/01/2022, 07:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

MATAHRI kian beranjak tinggi, meninggalkan pagi yang sejuk, di halaman parkir Merapi Park, Sleman, Yogyakarta. Deretan jeep Willys buatan tahun 1947 berjejer rapi menanti wisatawan yang ingin menjelajahi sisa-sisa erupsi Merapi dalam paket Lava Tour.

Paket yang ditawarkan meliputi beragam kunjungan ke bekas rumah penduduk yang kini berubah menjadi museum mini “Sisa Hartaku”, berfoto di taman “The Lost World Park”, melihat batu besar sisa letusan yang disebut “Batu Alien”, mengunjungi bunker Kaliadem yang menjadi saksi bisu ganasnya letusan Merapi atau mengunjungi makam Mbah Maridjan, sang juru kunci Gunung Merapi.

Di akhir tur, peserta dapat “bermain air” sambil direkam atau berfoto dengan bantuan jasa foto di sebuah lintasan off road ringan bebatuan dalam genangan air Kalikuning.

Baca juga: 5 Tujuan Dark Tourism di Asia, Ada Indonesia

Dalam keriaan, peserta tur sesungguhnya sedang menapak tilas jejak erupsi Merapi yang terakhir meletus dahsyat pada 2010. Rasa ngeri muncul ketika melihat bekas letusan, meninggalkan harta benda yang telah terpanggang panas, atau sisa-sisa tulang belulang hewan ternak yang tak sempat diselamatkan.

Namun dibalik “kengerian” itu ada kegembiraan menjelajahi keindahan alam di sekitar Gunung Merapi yang berdiri gagah dan lebih sering tertutup awan jika hari menjelang siang.

Seperti siang itu yang berawan dan terbilang sepi karena tidak banyak peserta Lava Tour yang datang.

“Liburan kali ini memang sepi daripada tahun lalu,” kata seorang driver Jeep.

Semangatnya memandu wisatawan yang datang tidak luntur. Dia tetap ramah menjelaskan dan menjawab pertanyaan peserta tur yang cerewet berceloteh.

Dark tourism

Tanpa disadari sesungguhnya Lava Tour atau paket-paket sejenis adalah bagian dari dark tourism. Sebuah istilah yang merujuk pada aktivitas perjalanan dan kunjungan ke tempat, atraksi, dan eksibisi yang memiliki kenyataan atau yang “dihidupkan” kembali tetapi terkait dengan kematian, penderitaan atau sesuatu yang mengerikan sebagai tema utama (Stone, 2005).

Lennon dan Folley (2000) melukiskan dark tourism sebagai relasi antara minat pada kematian dan kengerian dengan atraksi turisme.

Ruane (2004) menyebutkan bahwa bencana dan kematian tampaknya menjadi komoditas menguntungkan yang dapat dipasarkan dalam industri pariwisata. Aktivitas ini juga diakui sebagai ceruk pariwisata tersendiri atau wisata dengan minat khusus.

Lebih lanjut, dark tourism dipandang sebagai penjaga warisan sejarah (Seaton, 2009). Di destinasi itu jugalah distribusi informasi yang efektif mengenai sejarah tempat dan nilai sejarah itu sendiri, memungkinkan wisatawan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai “kengerian” pada masa lalu.

Baca juga: Dark Tourism, Saat Tempat Bencana Jadi Tren Wisata

Dengan kata lain dark tourism berperan sebagai alat unifikasi masa lalu, kini, dan masa depan, yang memperkaya sejarah dan warisan kepada para turis (Tan & Lim, 2017).

Merapi lava tourKompas.com/Ari Prasetyo Merapi lava tour
Motivasi

Tinjauan literatur mengenai dark tourism merujuk pada tiga motivasi utama wisatawan untuk mengunjungi destinasi tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com