RUTENG, KOMPAS.com - Orang Manggarai Raya, (Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur) di Flores Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat menyatu dengan Sang Pencipta, alam semesta, dan leluhur.
Segala tradisi atau ritual adat di dalam kehidupan bermasyarakat Manggarai Raya selalu berhubungan dengan ketiganya.
Tradisi itu meliputi dari pembangunan rumah adat atau Mbaru Gendang, pembangunan rumah pribadi, pernikahan, hingga kematian, selalu ada ritual adat untuk memohon restu dari Sang Pencipta, alam semesta, serta leluhur demi suksesnya aktivitas itu.
Baca juga: Menjelajahi Alam di Rahong Utara NTT, Menikmati Air Terjun Cunca Lega
Salah satu ritual adat adalah Roko Molas Poco. Tokoh adat Kampung Wakel, Lelak, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai bernama Stef Suharimon (62) mengatakan, tradisi ini dilakukan masyarakat Manggarai Raya saat memulai pembangunan rumah adat atau Mbaru Gendang.
"Pembangunan rumah adat atau mbaru gendang di Manggarai Raya selalu didahului tradisi Roko Molas Poco," kata dia kepada Kompas.com, Senin, (25/5/2022)
Sementara itu, Akademisi Universitas Katolik Indonesi Santo Paulus Ruteng, Manggarai, NTT, Adi M Nggoro kepada dihubungi Kompas.com, Senin, (25/5/2022) menjelaskan bahwa tradisi roko molas poco memiliki pengertian dan makna, dan nilai luhur.
Pertama, roko artinya mengambil, memiliki, meminang. Molas artinya gadis, kayu yang indah sedangkan poco arti hutan yang berada di perbukitan.
Jadi, Roko Molas Poco dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai "mengambil kayu hutan", serta memiliki atau mengawini perempuan hutan.
Kedua, jenis kayu hutan yang diambil yakni kayu teno (haju teno). Ketiga, personifikasi Roko Molas Poco adalah "meminang, mengambil, mengawini, dan memiliki gadis hutan (perempuan hutan)".
Keempat, mengapa personifikasi perempuan (gadis)? Itu karena perempuan gadis adalah perempuan masih perawan, sehingga simbol hidup suci dan jujur. Artinya, membangun rumah dengan landasan material (bahan) yang kuat, suci.
Baca juga: Bukit Golo Geleng NTT, Tempat Nikmati Matahari Terbit dari Ketinggian
"Perempuan juga simbol pengayom (pendamai, pelembut) sebagai sumber tempat tinggal suci, jujur. Sejuk dan nyaman, damai). Perempuan juga sebagai tumpuan hidup dan roh pemersatu," tutur Nggoro.
Selanjutnya, Roko Molas Poco (kayu hutan) berubah peran menjadi siri bongkok (tiang penyangga utama rumah).
"Roko Molas Poco (kayu teno dari hutan di arak-arakan ke kampung) untuk berubah jadi peran sebagai siri bongkok dan ngando (tiang penyangga rumah) yang mempertemukan balok-balok membentuk rumah yang berbentuk bundar," jelasnya.
Nggoto melanjutkan, tradisi paling fenomenal saat ini adalah tradisi roko molas poco dalam hal membangun rumah adat.
Tradisi ini dibuat dalam suatu prosesi khusus, yaitu mengarak kayu hutan sambil menyanyi secara berbaris menuju rumah adat. Perempuan gadis diusung, dihormati menuju rumah adat.
"Mengapa Molas Poco (perempuan) dihormati, diarak-arak? Karena perempuan dipandang insan yang rela berkorban dan bersedia menjadi roh pengayom, pelindung, tempat tumpuan hidup," tutur Nggoro.
Adapun kayu hutan itu akan menjadi Siri Bongkok dan Ngando atau kayu posisi sentral ( bagian tengah rumah adat atau rumah pribadi).
Baca juga: Wisata Bersepeda Flores, Nikmati Eksotisnya Alam Pulau Flores NTT
Siri Bongkok (tiang penyangga utama) dan Ngando (tiang penyangga bagian bubungan rumah) menjadi pelindung dan tempat tinggal sehari-hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.