KOMPAS.com – Warga Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, punya cara unik untuk memperingati Hari Purbakala Nasional tahun 2022, Selasa (14/6/2022).
Sebagai informasi, Hari Purbakala Nasional diperingati setiap tahunnya di Indonesia pada 14 Juni. Desa Manyarejo pun berada di kawasan situs purbakala Sangiran.
Masyarakat Manyarejo memperingatinya denga menggelar pentas seni bertajuk “Lestari Budayaku, Lestari Lingkungan Purbakalaku”.
Baca juga: Hari Purbakala Nasional ke-109, Masyarakat Manyarejo Sragen akan Gelar Pentas Seni
Pentas seni dilakukan oleh perkumpulan Brayat Krajan Sangiran dan masyarakat Desa Manyarejo, bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Acara pentas seni dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di area Pasar Budaya Krajan Desa Manyarejo dengan acara Kirab Budaya Balung Buto yang diikuti perangkat desa, masyarakat, anak-anak, hingga sesepuh DesaManyarejo.
Kirab turut mengarak beberapa temuan fosil, seperti dengkul gajah, kaki manusia purba, hingga artefak bola batu untuk melempar gajah.
Tampak pula beberapa orang tua berkalung kain putih. Mereka adalah orang yang menemukan fosil atau artefak purbakala. Masyarakat setempat memanggilnya empu.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pementasan semacam sendratari Balung Buto. Menceritakan kelompok buto atau raksasa yang dikalahkan pasukan pangeran bernama Bandung.
Baca juga: Fakta Hari Purbakala Nasional 14 Juni, Berawal dari Zaman Belanda
Pementasan tidak hanya dilakukan masyarakat Desa Manyarejo. Ada pula pementasan dari mahasiswi ISI Surakarta, yakni Tari Srimpi Blonyo dan Tari Jemparingan.
Menurut info pendamping dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Wahyu Widianto, Acara digelar sampai pukul 22.00 WIB.
Acara yang baru pertama kali digelar ini juga rencananya akan terus diadakan setiap tahunnya secara rutin.
Dari keseluruhan acara, Balung Buto tampil sampai 4 kali, yakni saat kirab, tarian pada awal acara, tari Rempeg Balung Buto, dan Wayang Buto.
Balung Buto diciptakan oleh pihak ISI Surakarta khusus untuk masyarakat Desa Manyarejo yang didasarkan atas legenda atau mitos setempat.
Baca juga: 4 Wisata Purbakala di Indonesia untuk Seolah Kembali ke Masa Silam
“Balung Buto menceritakan bagaimana di sini diserang raksasa atau buto yang sangat besar dengan bala tentaranya yang luar biasa banyak,” kata Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta Tatik Harpawati dalam sambutan.
Ia melanjutkan, kemudian ada pangeran bernama Bandung dan pasukannya yang mengalahkan pasukan buto, sehingga masyarakat desa jadi aman dan tenteram.
“Akhirnya tulang-tulang mereka (raksasa dan pasukan Pangeran Bandung) menjadi yang kita namai fosil-fosil,” sambung Tatik.
Menurut dia, upaya pelestarian seni budaya bisa memberi pesan untuk bagaimana merawat dan memelihara fosil yang merupakan titipan dari generasi selanjutnya.
Baca juga: Museum Sangiran, Melihat Jejak Peninggalan Peradaban Purba
“Fosil itu merupakan titipan anak cucu kita. Harus kita pelihara. Jangan kita sembarangan memperlakukan fosil. Kalau kita menemukan fosil, harus kita laporkan ke BPSMP agar bisa dipergunakan, dimanfaatkan untuk penelitian,” tutur Tatik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.