Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Merunut Jejak Sejarah dengan Wisata di Kotabaru

Kompas.com - 20/12/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jangan sekali-kali melupakan sejarah” – Soekarno (1901 – 1970).

PULUHAN nisan lawas dari kayu ulin maupun nisan batu kuno terhampar di tanah kosong, di ujung lorong sepetak jalan perkebunan sawit di Desa Bangkalaan Melayu, Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Bukan perkara mudah untuk bisa menuju lokasi makam. Dari Kotabaru di Pulau Laut menempuh jarak sekitar 140 kilometer, baik melalui penyeberangan kapal ferry maupun dilanjut dengan jalan darat dari Pelabuhan Tarjun di daratan Pulau Kalimantan.

Perjalanan menuju Cantung, ibu kota Kecamatan Kelumpang Hulu masih harus diteruskan selama 40 menit ke arah Desa Karang Liwar. Dari tepi Jalan Raya Batulicin – Banjarmasin itu ke lokasi makam tua, masih ditempuh lagi sepanjang 5 kilometer melewati areal perkebunan kepala sawit.

Baca juga: Kotabaru: Antara Mistik Saranjana dan Role Model Pariwisata

Dari tulisan sederhana yang tertulis, pengunjung areal makam tersebut baru paham jika kompleks makam tua tersebut ternyata sarat dengan jalinan sejarah yang ada di Nusantara. Betapa tidak, nisan tua yang memiliki ukuran yang cukup besar dan tinggi ternyata adalah makam Pangeran Agung atau Aji Patih beserta makam istrinya, Ratu Intan II atau Aji Tukul.

Baik Pangeran Agung ataupun Ratu Intan, memiliki keterkaitan genealogis dengan raja-raja di Jawa maupun di Kalimantan serta Nusantara dan menjadi saling-silang antar kerajaan penyebar agama Islam di Tanah Air.

Di wilayah Kabupaten Kotabaru sekarang ini, dulunya terdapat beberapa kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalaan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung dan Sempanahan serta kerajaan besar seperti Kusan dan Pagatan, serta Pulau Laut.

Diperkirakan, kerajaan-kerajaan tersebut ada di sekitaran tahun 1786. Dalam buku “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu” yang disusun mendiang Hendri Nindyanto yang juga keturunan Raja Cantung, Aji Pati atau Pangeran Agung adalah putra Sultan Sulaiman II Alamsyah atau Adjie Panji yakni Sultan Pasir yang memerintah antara tahun 1799-1811.

Dalam silsilah tersebut jelas tertulis nama “Adji Pati bin Sultan Sulaiman” yang menikahi Ratu Intan 2 atau Aji Tukul, putri Aji Jawa yang juga Raja Cantung (1825-1841). Dari sumber lokal lainnya, asal usul Aji Pati Pangeran Agung dapat dirunut dari “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu”, yang tidak diketahui penyusunnya dan berasal dari koleksi Antung Saini yang menjadi penjaga makam Pangeran Agung.

Dalam silsilah itu tertulis, Adji Pati atau Pangeran Agung adalah adik keempat Raja Pasir, suami Ratu Intan II binti Aji Jawa atau Aji Doya.

Apabila menganalisis sumber ini, kemungkinan besar Adji Pati adalah adik Sultan Ibrahim Alamsyah atau Adjie Sembilan bin Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) yang memerintah Kerajaan Pasir tahun 1811-1816. Sementara dari tulisan Schwaner, yang sempat mukim selama delapan tahun di Tanah Bumbu antara tahun 1845-1853, menyebut bahwa Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir yang memerintah Kerajaan Bangkalaan, Manunggul dan Cengal di antara tahun 1845-1846. Aji Pati sendiri adalah suami dari Aji Tukul.

Area dalam garis merah dalam peta adalah wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.Peta dari Googe Map Area dalam garis merah dalam peta adalah wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Nisan Pembuka Runutan Sejarah

Dilihat dari nisan ke dua makam tersebut dan nisan makam-makam yang lain, khusus nisan makam Pangeran Agung memiliki keunikan tersendiri. Selain terdapat hiasan geometris pada puncak dan kepala nisan serta bentuk flora, kaligrafi huruf Arab yang ada di nisan tersebut diduga memiliki langgam Kufi.

Inskripsi huruf Arab yang ada di nisan ditempatkan pada delapan panel vertikal. Pada panel satu terdapat inskripsi huruf Arab. Pada panel kedua tidak terdapat inskripsi. Pada panel ketiga terdapat inskripsi huruf Arab yang kondisinya sama dengan panel satu, yang terdiri dari 21 baris.

Pada panel keempat dan kelima juga terdapat inskripsi huruf Arab yang juga kondisinya sama dengan panel satu. Pada panel keenam sampai kedelapan tidak terdapat inskripsi.

Dari tampilan fisik berupa nisan berornamen, beragam hias yang rumit dengan bentuk struktural nisan mengacu pada komposisi simetri segi delapan. Tulisan pada nisan menggunakan khas Arab Melayu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com