Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Medan, Surga Kuliner

Kompas.com - 09/03/2008, 07:59 WIB

Ketika minggu yang lalu kami berada di Medan untuk pengambilan gambar “Wisata Kuliner” TransTV, saya tertawa ketika mengetahui Camelia, produser program ini, ternyata sudah menyiapkan program pribadi selama di Medan. Dalam kategori wajib termasuk sarapan soto udang di Jalan Kesawan, makan siang di RM “Jemadi”, dan nongkrong di Merdeka Walk. Dalam kategori harus, daftarnya semakin panjang.

Medan, tak pelak lagi, memang surga kuliner. Pengakuan ini tidak saja diberikan oleh warga Indonesia, melainkan juga di luar negeri. Orang-orang Penang (Malaysia) dan Singapura banyak yang mengaku suka makanan Medan. Sebaliknya, seolah-olah memang harus terjadi imbal-balik (reciprocity), orang Medan pun menyukai makanan Penang dan Singapura.

Menjelang akhir tahun lalu, saya diundang menjadi juri lomba penulisan review kuliner di sebuah tabloid populer Medan, Aplaus. Kesan saya setelah membaca tulisan-tulisan peserta lomba, orang-orang Medan sendiri ternyata tidak cukup memiliki pengetahuan yang lengkap dan menyeluruh tentang kekayaan kuliner yang menjadi kekuatan daya tarik pariwisata Medan.

Medan memiliki keunikan lebih – antara lain – karena adanya pemengaruhan dari kultur kuliner India dan Tionghoa terhadap kuliner Melayu yang kaya dan unik. Sayangnya, sama dengan masakan Betawi yang kian terpinggirkan di Jakarta, masakan Melayu pun agaknya kurang mendapat platform yang pantas dan terhormat di Medan.

Untungnya ada RM “Serai Wangi” yang menyajikan masakan Melayu setiap hari. Masakan khas Melayu-Deli yang perlu dicicipi adalah bubur pedas yang dibuat dari sekurang-kurangnya 44 macam bahan dan bumbu. Juga anyang – masakan seperti urap di Jawa. Sayurnya jantung pisang, pakis, dan tauge. Sambal serainya sangat gurih, karena diisi udang basah dan udang kering, dengan kelapa bakar yang ditumbuk. Anyang kesukaan saya adalah yang dicampur dengan ikan pari bakar. Heavenly!

Jangan lupa memesan sambal janmuk (janda mengamuk), yaitu sambal terasi yang ditumis dengan jengkol, buncis, dan pare. Ada juga sambal raja berangkat (nama lainnya adalah sambal kerak kelapa) yang dibuat dari kelapa panggang kemudian ditumbuk dengan berbagai bumbu, dimakan dengan lalapan. Gulai masam ikan senangin-nya sangat bagus. Terasa berlemak, padahal tanpa santan, dengan tone rasa kincung (kecombrang) yang memesona.

Saya khawatir sudah tidak banyak lagi orang Medan yang kenal kue harum legit yang disebut tepung banda. Dessert yang memukau ini juga sering disebut bolu kamboja. Sebuah penamaan yang sebetulnya justru keliru karena kue ini jauh lebih lezat dibanding bolu.

Setiap kali berkunjung ke Medan, hampir tidak pernah saya sarapan di hotel, sekalipun sudah tersedia sarapan gratis yang termasuk dalam tarif sewa kamar. Siapa sih yang mau menukar kelezatan semangkuk Soto Medan dengan scrambled egg with toast sajian default di hotel-hotel?

Sudahlah, kita tidak perlu bergaduh untuk menetapkan mana Soto Medan yang paling juara di kota ini. Tapi, kesukaan saya adalah yang di Jalan Sungai Deli. Kelezatan kuah sotonya dan keempukan dagingnya sangat dipujikan. Tetapi, adalah rempeyek udangnya yang membuat saya memilih tempat ini sebagai favorit. Ada lagi Soto Udang di Jl. Kesawan (A. Yani) yang tidak boleh dilewatkan. Pemiliknya adalah orang Jawa. Soto udangnya dahsyat! Tiada dua!

Tempat sarapan favorit lainnya adalah RM “Tabona”. Dari pagi diantre orang. Jualannya adalah kari ayam dan kari lembu (sapi). Bisa dimakan dengan nasi atau bihun. Jangan coba-coba ke sana kalau tidak mau ketagihan!

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com