Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (26): Everest Base Camp

Kompas.com - 08/09/2008, 07:36 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Siapa yang tak kenal Everest, puncak tertinggi di muka bumi? Gunung agung itu kini terpampang di hadapan mata.

Saya berencana menuju Nepal hari ini. Uang Renminbi saya sudah tak banyak, tak bisa bertahan lama di Tibet yang serba mahal ini. Lagi pula, visa China saya juga sudah mepet. Di Shegar, mencari kendaraan ke Tingri atau perbatasan Nepal tak mudah, apalagi karena saya sekarang bersama dua orang bule Israel. Setiap kali saya berhasil menyetop truk, begitu sopirnya lihat ada bule, langsung kabur.

Kami sudah menunggu dari pagi sampai siang.

           “Shushu....Shushu... mau ke Zhufeng?” seorang pria Tibet berkulit hitam dan keras menyapa. Shushu, dalam bahasa Mandarin, artinya paman.

Apakah saya sudah setua itu? Lelaki ini umurnya sudah empat puluh tahunan, dan seperti biasanya orang Tibet memanggil orang China, tak peduli tua muda, dengan sebutan shushu (paman) dan ayi (bibi).

Zhufeng, dalam bahasa Mandarin, berarti Puncak Permata. Nama ini adalah singkatan dari Zhumulangma Feng, terjemahan dari nama Tibet Qomolangma, yang artinya Dewi Ibunda Alam Semesta. Orang kebanyakan lebih mengenal tempat ini dengan nama Everest, sebuah nama yang melekat pada puncak tertinggi di dunia ini sejak tahun 1865. Sir George Everest adalah pemimpin Great Trigonometrical Survey yang pada masa itu memetakan puncak-puncak tinggi Himalaya.

Puncak Qomolangma, pada ketinggian 8850 meter, terletak tepat di perbatasan Tibet dan Nepal. Orang Nepal sendiri baru pada tahun 1960’an menamai puncak itu sebagai Sagarmatha – Dewi Langit.

           “Shushu...shushu...” lelaki itu terus berusaha merayu saya untuk pergi ke Everest dengan naik sepeda motornya, “tak mahal. Nanti sampai sana shushu pakai baju orang Tibet. Tak perlu naik mobil turis.”

Ia menawarkan harga 250 Yuan, tak mahal sebenarnya. Saya bisa menginap di sana, dan pulang keesokan harinya. Gunung pun ada karcisnya, 65 Yuan. Setelah membayar ini, uang saya tak lebih dari 300 Yuan, empat puluh dolar saja. Saya agak cemas apakah bisa sampai ke Nepal dengan uang segini. Tetapi kapan lagi saya bisa ke Everest, sementara jaraknya sekarang cuma beberapa kilometer saja dari sini?

Donchuk, tukang ojek Tibet itu, mengajak saya ke rumahnya.
         
          “Shushu..., tasnya ditaruh di rumah nga saja. Aman. Besok shushu sama nga pulang, ambil tas, shushu berangkat ke Nepal.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com