Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi Air Antar Anda ke "Surganya" Tukang Besi

Kompas.com - 31/05/2009, 07:47 WIB

WAKATOBI, KOMPAS.com - Perjalanan menuju Kepulauan Wakatobi tampaknya tidak akan menjadi keluhan lagi bagi sebagian kalangan masyarakat, terutama para wisatawan. Turis yang ingin menikmati obyek wisata alam di kepulauan yang memiliki ekosistem terumbu karang indah di bawah laut, akan lebih mudah karena akses transportasi udara mulai terbuka.
     
Dengan adanya bandar udara (Bandara) Matahora di Kota Wangi-Wangi, yang telah diresmikan oleh Menteri Perhubungan, Jusman Safi’i Jamil (22/5) tampaknya telah menghilangkan animo bahwa transporatasi wilayah kepulauan hanya bisa dilayani dengan angkutan laut.
     
Gugusan kepulauan Wakatobi -- akronim dari nama pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko -- merupakan salah satu wilayah terisolasi di bagian timur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) karena letak geografisnya berada di perairan Laut Banda.
     
Untuk menjangkau wilayah yang juga dikenal "Pulau Tukang Besi" (daerah penghasil kerajinan besi), cukup jauh dari Kota Kendari, ibukota Provinsi Sultra. Masyarakat yang akan ke kota dan dari Kota Kendari - Wakatobi menggunakan kapal pelayaran rakyat dengan waktu tempuh sekitar 10 jam (musim gelombang laut rendah) sampai 15 jam (musim gelombang laut tinggi).
      
Selain itu juga dapat melalui perjalanan laut dari Kota Kendari - Kota Bau-Bau dengan menggunakan kapal cepat, dan melanjutkan perjalanan darat menuju pelabuhan Lasalimu atau Pasar Wajo (Kabupaten Buton), kemudian menggunakan kapal pelayanan rakyat ke Wakatobi.
     
Bagi masyarakat kepulauan Wakatobi, perjalanan seperti itu merupakan hal biasa, tetapi bagi masyarakat luar Wakatobi, apalagi kalangan wisatawan, mungkin tidak terbiasa karena selain menyita waktu perjalanan yang panjang, juga bisa melelahkan.
     
Melihat kondisi geografis kepulauan Wakatobi yang sejak tahun 2003 menjadi daerah otonomi -- pemekaran dari Kabupaten Buton--, akhirnya Bupati Wakatobi, Hugua dengan dukungan DPRD dan masyarakat setempat membangun Bandara Matahora menggunakan dana APBD Wakatobi tahun 2008.
      
Hugua mengatakan, pembangunan bandara tersebut dilakukan secara bertahap, mulai tahun 2008 landasan pacu sepanjang 1.400 meter, dan tahun 2009 diperpanjang menjadi 1.800 meter dan tahun 2010 akan diperpanjang menjadi 2.100 meter agar dapat melayani pesawat berbadan lebar.
      
Pengoperasian Bandara Matahora oleh Menteri Perhubungan yang lalu juga sekaligus diawali dengan penerbangan perdana pesawat "Susi Air" - pesawat berbadan kecil dengan kapasitas penumpang 12 orang-- , dari Kota Kendari - Wakatobi yang membutuhkan waktu sekitar 45 menit.
      
Terobosan pembangunan Bandara ini, kata dia, sangat penting untuk mempermudah akses transportasi ke daerah ini, sebab kalau mengandalkan akses transportasi laut, maka wilayah tersebut sulit untuk maju sejajar dengan daerah lain.
      
"Pembangunan Bandara ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah ini dan sekitarnya, karena akses transportasi semakin terbuka, berarti perputaran roda perekonomian rakyat  bisa meningkat," ujarnya dengan penuh harap di masa depan.
      
Menurut Hugua, dengan penggunaan transportasi udara tersebut, bagi wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri yang melakukan perjalanan pulang pergi ke dan dari Wakatobi - daerah asal wisatawan itu, bisa terpangkas waktu minimal selama empat hari.
      
"Para wisatawan membutuhkan perjalanan yang cepat, rasa nyaman dan aman ke Wakatobi, oleh karena itu, salah satu solusinya dengan membangun Bandara tersebut," ujarnya.
      
Hugua memprediksi bahwa jumlah wisatawan ke Wakatobi di mas mendatang bisa melonjak dari sebelumnya mencapai sekitar 3.000 sampai 4.000 orang, menjadi sekitar 200.000 orang per tahun.
       
"Saya optimistis dengan adanya bandara ini, jumlah wisatawan bisa meningkat. Sebelumnya banyak turis mengurungkan niatnya ke Wakatobi hanya karena masalah transportasi," ujar Hugua yang selalu aktif ke luar negeri untuk mempromosikan potensi sumber daya alam daerahnya.
      
Ia mengatakan, wisatawan mancanegara yang ke Wakatobi datang secara terorganisir dengan menggunakan transportasi udara khusus dari Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali melalui Bandara Maranggo di Pulau Tomia, yang dikelola investor PT. Wakatobi Divers Resort asal Jerman.
      
"Wisatawan yang menggunakan jasa PT. Wakatobi Divers Resort itu selalu antri setiap tahun untuk berkunjung ke Wakatobi, oleh karena itu, kami buka akses transportasi udara lain melalui Bandara Matahora, dengan harapan agar masyarakat, khususnya wisatawan yang mau ke sini tidak lagi kesulitan transportasi," ujarnya.
      
Hugua yang juga dikenal sebagai pegiat lembaga swadaya masyarakat "Sintesa" ini mengatakan, Wakatobi dengan luas wilayah 65.705 kilometer persegi itu, memiliki potensi kekayaan sumber daya laut yang luar biasa karena letaknya berada di segi tiga karang dunia yang melinatasi di enam negara, yakni Malaysia, Philipina, Pulau Salomon, Papua Nugini dan Timor Laste.
      
Berdasarkan hasil penelitian dari lembaga studi internasional, kata Hugua, Wakatobi memiliki keanekaragam terumbu karang terbesar di dunia sekitar 750 jenis dibandingkan dengan terumbu karang di Laut Merah memiliki sekitar 450 jenis dan Laut Karibia sekitar 50 jenis.
      
Oleh karena itu, kata Hugua, Pemerintah Kabupaten Wakatobi memberikan julukan obyek wisata alam bahari itu dengan "Bumi Surga Bawah Laut", yang diimplementasikan dalam konsep visi pemerintah daerah tersebut, yakni "Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Jantung Segitiga Karang Dunia".
      
"Konsep visi dan misi Pemerintah Wakatobi seperti ini bisa dikatakan sesuatu yang  ambisius dan mimpi, tapi inilah karakter wilayah ini karena berbeda dengan daerah lain di Indonesia karena potensi andalan adalah kekayaan sumber daya laut, baik hasil perikanan maupun pariwisata, khususnya obyek wisata terumbu karang," ujarnya.
      
Selain pariwisata, potensi sumber daya perikanan di Wakatobi, juga cukup kaya dengan ikan cakalang, tuna, kerapu, kakap, lobster, teripang, dan rumput laut, serta penangkaran satwa langka penyu.
      
Pemkab Wakatobi, kata Hugua, telah menfokuskan perhatian pada sektor pariwisata dan perikanan, meskipun dalam kerangka kebijakan pemerintah setempat bahwa prioritas utama pembangunan pada sektor pendidikan, kesehatan dan pembangunan sarana infrastruktur serta peningkatan pelayanan birokrasi pemerintah.
      
"Dengan bertumpu pada prioritas utama pembangunan tersebut, sehingga alokasi anggaran sektor pariwisata dan sumber daya perikanan cukup kecil karena fokus perhatian kedua sektor ini bukan pembangunan fisik, tetapi lebih bersifat promotif terhadap potensi  sektor pariwisata dan hasil-hasil perikanan," ujarnya.
      
Pada saat peresmian Bandara Matahora dan penerbangan perdana pesawat Susi Air (22/5), Menteri Perhubungan, Jusman Safi’i Jamal memuji inisiatif Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan maskapai Susi Air yang telah melakukan terobosan membuka keterisolasian wilayah ini dengan membangun bandara dan pelayanan pesawat penerbangan.
      
"Kami sangat menghargai dan mendukung inisiatif Bupati Wakatobi membangun bandara ini dan pihak maskapai Susi Air yang melayani penerbangan di daerah ini. Mudah-mudahan manfaatnya bisa memacu pusat-pusat pertumbuhan daerah ini dan sekitar," ujarnya.
      
Sebab, kata Menhub, pembangunan bandara tersebut sangat strategis untuk mendukung Kabupaten Wakatobi sebagai daerah wisata "surga di bawah laut" dan pemanfaatan potensi kekayaan sumber daya perikanan.
      
Hal senada dikatakan Gubernur Sultra Nur Alam,  kehadiran Bandara Wakatobi sangat stretegis untuk mendukung pengelolaan potensi kekayaan alamnya terutama obyek wisata yang keindahan panorama bawah laut dan sumber daya perikanan.
      
"Wakatobi sudah terkenal di dunia dengan aneka ragam dan keindahan terumbu karangnya, oleh karena itu, kehadiran bandara akan membuka mata dunia untuk menarik banyak pengunjung untuk menyaksikan surga di bawah laut," ujarnya.
      
Karena itu, kata Nur Alam, Pemerintah Provinsi Sultra akan mengoordinasikan dengan seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Sultra agar membangun infrastruktur Bandara di daerahnya masing-masing agar bisa ’link’ dilayani oleh pesawat Susi Air.
      
"Kami akan menyusun ’master plan’ penerbangan yang dapat melayani seluruh wilayah di Sultra dan juga daerah sekitarnya seperti Kepulauan Flores (NTT) dan Buru (Maluku)" ujarnya.
      
Direktur Maskapai Susi Air, Susi Pujiastuti mengatakan, pihaknya menyediakan layanan transportasi udara tersebut pulang pergi dari dan ke Kendari - Wangi-Wangi sebanyak 10 kali dalam semiggu.
      
Susi menambahkan, pihaknya juga telah berkomitmen untuk melayani penerbangan di daerah pesisir yang memiliki visi penyelamatan lingkungan, oleh karena itu, selain penumpang, juga pesawat tersebut akan melayani kargo hasil perikanan yang ramah lingkungan.
      
"Saya sampaikan bahwa kami tidak akan melayani kargo hasil perikanan yang diperoleh dengan menangkap ikan dengan bom, potasium, dan merusak hutan bakau serta tidak melayani kargo ikan hias.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com