Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merayakan Idul Adha di Montpellier

Kompas.com - 20/11/2010, 10:05 WIB

KOMPAS.com - Pada Idul Adha tahun ini kami sekeluarga merayakan bersama saudara muslim di kota kami Montpellier, Perancis. Masjid besar di daerah la Pallaide menjadi pilihan kami. Masjid yang hingga kini tak juga mendapat izin menara kubah dari walikota Montpellier, ternyata menjadi pilihan utama para muslimin setempat.

Perjalanan menuju masjid yang biasanya hanya ditempuh sekitar 10 menit menjadi satu jam. Memang ini untuk pertama kalinya kami melakukan shalat ied di Masjid Ibn Sina yang juga merupakan masjid terbesar di Provinsi Languedoc Roussillon. Sekitar 1 km menuju masjid, suasana Idul Adha mulai terasa, mobil-mobil yang menuju ke arah la Paillaide, kebanyakan kaum muslim.

Terlihat dari para pria yang memakai peci/kopiah khas arab, bahkan anak-anak pun berpakaian baju salat lengkap dengan pecinya.  Kami yang sudah panik karena takut telat untuk salat jadi sedikit tenang melihat bukan hanya kami yang masih terperangkap dalam kemacetan menuju tempat ibadah.

Sedikit terasa keramaian di hati, karena suasana macet bagaikan suasana lebaran di kampung halaman. Semakin mendekati masjid kami mendengar takbir mengumandang. Rasa haru memenuhi dada. Ahhhh setidaknya gema takbir, bisa menghibur setitik duka karena sekali lagi tak bisa berkumpul bersama orang tua dan sanak keluarga di tanah air. Bazile si bungsu, terpesona mendengar suara takbir bersahut.

"Siapa yang bernyanyi begitu keras mamah?" tanyanya polos. Ayahnya segera menjelaskan, padahal bukan yang pertama kali dia mendengar takbir, mungkin karena masih kecil hingga kerap suara panggilan Allah yang sangat jarang didengarnya terlupakan.

Ketika akhirnya kami berhasil memarkirkan mobil, tiba-tiba suara panggilan untuk salat bertaut. Panik jadinya kami. Karena dari tempat parkir menuju tempat salat masih sekitar 200 meter. Kami pun berlari-lari. Kecut juga hati ketika suara Allahu Akbar tergema menandakan salat dimulai. Sementara kami masih berlari. Apalagi melihat barisan salat hanya tinggal di luar dan penuh. Saya kelupaan bawa sajadah, tertinggal di mobil karena saking terburu-buru. Suami hanya membawa satu sejadah kecil....kami saling melihat pasrah.

Saya langsung berpisah dengan suami dan anak-anak, mereka walaupun masih kecil tapi karena pria harus bersama sejenisnya. Alhamdulillah satu karpet biru tersisa untuk saya. Padahal jika tidak saya terpaksa salat tanpa alas di jalanan. Dan rupanya suami pun seberuntung saya. Mereka mendapatkan sajadah untuk dirinya dan anak-anak. Padahal sebagian yang datang telat kebanyakan salat di jalanan tak beralas.

Saat itu di bagian kaum muslimah hanya saya yang mengenakan mukena saat shalat. Karena kaum muslimah yang berasal dari Maroko, Aljazair, Senegal dan Tunisia biasanya salat dengan pakaian muslim mereka. Cukup dengan jilbab. Biarpun saat itu saya mengenakan pakaian muslim dengan jilbab tapi sudah terbiasa salat dengan mukena, maka penutup putih hadiah dari ibunda tercinta saya kenakan menghadap Sang Khalik.

Usai salat, orang-orang mulai berdiri dan pergi, rupanya mereka memberikan tempat bagi jemaah yang datang telat untuk melakukan salat. Saya pun segera menyingkir dan menunggu suami serta anak-anak kami. Tapi berhubung tempat saya berdiri bersebelahan dengan barisan pria maka petugas segera meminta saya pergi.

Saya lihat sekeliling ternyata memang benar, kaum pria menatap saya dengan pandangan aneh. Mungkin bagi mereka saya dikiranya tak terlalu mengerti peraturan. Saya yang tadinya ingin mengambil gambar, langsung meringkut takut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com