Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Cheng Hoo, Simbol Keterbukaan

Kompas.com - 24/07/2011, 21:19 WIB
Hery Prasetyo

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com — Keterbukaan dan kebersamaan, itu menjadi ciri Masjid Muhammad Cheng Hoo di Jalan Gading 2, Kelurahan Ketabang, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur. Wajar jika masjid ini juga sering dikunjungi warga non-Muslim dan sudah mengislamkan (mualaf) 300 orang sejak dibangun pada 2001.

Masjid ini dibangun atas gagasan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jawa Timur. Ini merupakan komunitas Islam Tionghoa Jatim yang jumlahnya 1.500 atau 500 untuk Kota Surabaya.

Penamaan Cheng Hoo untuk menghormati laksamana China, Cheng Hoo, yang berlayar membawa misi perdamaian pada masa antara tahun 1406-1409 Masehi. Ia dan armadanya juga sempat menginjakkan kaki di tanah Jawa. Bahkan, banyak cerita di masyarakat tentang Cheng Hoo, mulai dari Surabaya hingga Rembang. Dia juga dinyatakan pernah berhubungan dengan salah satu Walisongo, Sunan Bonang.

Menurut Ketua Umum Yayasan Cheng Hoo, Joko Wijaya, masjid ini dibangun pada 15 Oktober 2001 dan selesai pada 13 Oktober 2002. Sejak itu, masjid tersebut aktif menyelenggarakan pengajian setiap pagi dan pembinaan mualaf pada Kamis, Sabtu, dan Minggu.

"Masjid ini sangat terbuka buat siapa saja. Maka, tak heran banyak orang, termasuk non-Muslim, yang berkunjung ke masjid ini," kata Joko kepada tim Gowes Juarnalistik: Pantau Jalur Mudik 2011 dari Kompas.com.

Dibangun di atas tanah seluas 3.070 meter persegi, masjid ini diilhami dari bentuk Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Dengan pintu terbuka tanpa daun pintu (penutup), masjid ini menandaskan simbol keterbukaan. Siapa pun boleh masuk dan menggunakan masjid ini untuk beribadah.

Berukuran 21 x 11 meter, dengan bangunan utama 11 x 9 meter, Masjid Muhammad Cheng Hoo mampu menampung hingga 200 orang jemaah. Arsitekturnya menyerupai kelenteng. Ini juga satu-satunya masjid di dunia yang memakai nama Cheng Hoo.

Menurut Joko, karena keterbukaannya itu, banyak orang non-Muslim yang datang ke masjid itu tanpa rasa ragu atau takut. Mereka kemudian tertarik belajar Islam, bahkan sebagian besar kemudian menjadi mualaf.

"Maka, pembinaan mualaf menjadi salah satu fokus utama kami. Karena, hampir setiap bulan ada 2-25 mualaf di masjid ini," jelas Joko.

Di bulan Ramadhan, masjid ini juga mengadakan buka puasa bersama. Dengan memiliki halaman yang luas, maka orang-orang yang ikut berbuka puasa bisa sangat banyak.

Para pemudik juga sering mampir ke masjid ini untuk ikut berbuka puasa, menjalankan shalat, atau sekadar melihat masjid tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com