Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Suling di Museum Tertua Bali

Kompas.com - 21/04/2012, 16:56 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Suara seruling bambu saup-saup terdengar dari salah satu ruangan Museum Puri Lukisan. Terkadang menampilkan nada panjang yang anggun, namun sesaat kemudian terhenti di tengah-tengah senandung.

Saat menengok ke dalam ruangan, tempat suara suling itu berasal, seorang perempuan berkulit putih tampak khusuk dengan sulingnya. Sementara di depannya, seorang pria yang mengenakan pakaian tradisional Bali memberikan beberapa instruksi.

Ya, turis asing itu tengah belajar memainkan suling bambu khas Bali. Mungkin Anda heran, belajar suling bambu di museum? Inilah keunikan Museum Puri Lukisan yang berada di Ubud, pusat seni budaya Bali.

Turis asing jauh-jauh datang ke Ubud bukan sekadar berwisata mencari kesenangan. Tetapi lebih dari itu, mereka ingin meresapi dan mempelajari budaya Bali. Ubud memang terkenal sebagai tempat untuk berwisata budaya Bali. Tak ketinggalan, museum tertua di Bali yang berdiri di tahun 1952 ini pun begitu hidup. Pihak museum menawarkan berbagai aktivitas kesenian bagi turis yang berkunjung.

Sebut saja mulai dari belajar suling, gamelan Bali, tari tradisional, sampai membuat sajen khas Bali atau melukis. Museum pun menjadi begitu hidup dengan beragam aktivitas tersebut. Menelusuri Museum Puri Lukisan itu pun memberikan sensasi tersendiri.

Museum dibagi menjadi empat bagian. Pertama adalah ruangan yang memajang koleksi lukisan wayang khas Bali yang telah ada di tahun sebelum tahun 1930. Lukisan-lukisan klasik dengan tema para dewa ataupun kisah Ramayana dan Mahabrata.

Berlanjut ke ruangan kedua adalah lukisan-lukisan di tahun 1930-an atau sebelum kemerdekaan Indonesia. Lukisan yang ditampilkan tak hanya goresan pelukis Bali, tetapi juga beberapa lukisan merupakan karya pelukis asing.

Lalu di ruangan ketiga adalah era 1940-an atau lukisan modern-traditional. Tradisional modern ini era saat seniman Bali mulai mempelajari seni Barat. Sehingga, lukisan mendapatkan pengaruh kesenian barat, seperti teknik pewarnaan atau penggunaan bahan-bahan.

Namun, tetap mempertahankan unsur tradisional pada lukisannya, yaitu mencerminkan sisi spiritual para pelukis. Sedangkan ruangan keempat merupakan ruangan temporer atau ruangan khusus untuk pameran sesuai tema yang berubah setiap periodenya.

Saat menjelajahi museum ini, pengunjung seakan dibawa ke dimensi masa lampau hingga saat ini. Dari setiap lukisan, sejarah Bali terbentang dari masa Hindu baru masuk Pulau Bali hingga ke masa moderen. Satu hal yang pasti, adat dan budaya Bali kental terasa, tak tergerus zaman yang silih berganti.

Tjokorda Agung

Ada satu sudut menarik di ruangan pameran temporer. Sebuah foto ukuran besar menampilkan potret diri Tjokorda Gde Agung Sukawati. Tjokorda Agung lahir pada tahun 1910 dari kalangan Puri Ubud. Sosoknya berperan besar terhadap pariwisata yang berkembang di Ubud, serta efeknya pada pariwisata di keseluruhan Pulau Bali.

Ia bersama keluarganya berani membuka Puri Saren Ubud kepada turis-turis asing di tahun 1920-an. Ini hal langka, mengingat pada masa itu puri-puri di Bali masih sangat menutup diri. Berbagai seniman, selebriti, sampai tokoh-tokoh dunia pun pernah mampir ke tempatnya.

Salah satunya adalah seniman Walter Spies dan Rudolf Bonnet. Keduanya kemudian menjadi sahabat baik Tjokorda Agung dan memberikan pengaruh pada perkembangan seni lukis di Bali. Bersama keduanya, mereka pelopor pendirian Museum Puri Lukisan.

Tjokorda Agung yang terkenal ramah dan mudah bergaul itu pun bisa dibilang seorang marketing handal di dunia pariwisata, jauh sebelum Bali berkembang pesat menjadi destinasi wisata. Apalagi saat pariwisata Bali di masa puncaknya. Sebuah surat dari tahun 1978 yang dipajang di Museum Puri Lukisan dapat membuktikan hal tersebut.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com